"Juga engkau mengambil pakaian-Mu yang indah dari emas dan perak, yang telah Kuberikan kepadamu, dan membuat patung-patung diri-mu yang cantik-cantik, lalu kaujadikan mereka tunasila."
Ayat Yehezkiel 16:18 merupakan bagian dari sebuah perumpamaan yang panjang dan kuat yang disampaikan oleh Nabi Yehezkiel kepada umat Israel, khususnya kota Yerusalem. Dalam gambaran yang sangat detail dan emosional ini, Tuhan membandingkan kesetiaan umat-Nya yang telah disingkirkan dengan sebuah perselingkuhan yang merusak. Ayat ini secara spesifik menyoroti bagaimana umat Israel, yang telah dianugerahi kekayaan dan kemakmuran oleh Tuhan—disimbolkan dengan "pakaian indah dari emas dan perak"—justru menyalahgunakan karunia tersebut.
Perintah Tuhan untuk menggunakan karunia-Nya dalam kesalehan dan ketaatan, namun umat Israel memilih jalan yang berlawanan. Mereka menggunakan kemewahan tersebut untuk menciptakan dan menyembah berhala, sebuah tindakan yang menjadi inti dari kesalahannya. "Membuat patung-patung diri-mu yang cantik-cantik" menyiratkan adanya kesombongan dan keterikatan pada hal-hal duniawi serta penyembahan terhadap ilah-ilah asing yang menjanjikan kekuasaan atau keuntungan pribadi. Ini adalah pengkhianatan terhadap perjanjian yang telah dibuat dengan Tuhan, Sumber segala kebaikan dan perlindungan mereka.
Penting untuk memahami konteks historis dan spiritual dari pesan ini. Kota Yerusalem, sebagai pusat ibadah dan kekuasaan spiritual Israel, seharusnya menjadi teladan kesetiaan kepada Tuhan. Namun, seiring waktu, kota itu telah jatuh ke dalam praktik-praktik penyembahan berhala yang lazim di kalangan bangsa-bangsa sekitarnya. Pakaian indah yang seharusnya menjadi simbol kemuliaan Tuhan yang bertahta di Israel, malah digunakan untuk menghiasi gambar-gambar berhala yang disembah.
Tuhan menggunakan bahasa yang lugas untuk menyampaikan kekecewaan dan hukuman-Nya. Penggunaan "emas dan perak," yang merupakan simbol kekayaan dan kemuliaan dunia, untuk menciptakan sesuatu yang "cantik-cantik" bagi penyembahan berhala, menunjukkan betapa dalamnya umat Israel telah tersesat. Mereka telah menukar anugerah ilahi dengan ilusi kekuatan dan keamanan yang ditawarkan oleh berhala. Tindakan ini bukan hanya tidak menghargai pemberian Tuhan, tetapi juga merupakan penolakan terang-terangan terhadap otoritas dan kasih-Nya.
Dalam konteks modern, pesan dari Yehezkiel 16:18 tetap relevan. Ayat ini mengingatkan kita akan bahaya kesombongan dan keterikatan pada materi. Berapapun berkat yang Tuhan berikan kepada kita, baik itu kekayaan, talenta, atau kesempatan, semuanya adalah amanat. Jika kita menggunakan berkat-berkat tersebut untuk memuliakan diri sendiri, mencari kepuasan sementara, atau bahkan mengikuti jalan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, kita sama saja seperti umat Israel yang mempersembahkan pemberian Tuhan untuk sesuatu yang sia-sia dan merusak.
Pesan ini juga merupakan pengingat tentang sifat cinta Tuhan yang tak terbatas namun juga keadilan-Nya. Tuhan mencintai umat-Nya dengan begitu dalam, memberikan begitu banyak anugerah. Namun, ketika cinta itu dibalas dengan pengkhianatan, konsekuensinya tidak bisa diabaikan. Ayat ini berfungsi sebagai panggilan untuk introspeksi, agar kita memeriksa hati dan motivasi kita, serta memastikan bahwa segala sesuatu yang kita miliki dan gunakan benar-benar diarahkan untuk kemuliaan-Nya, bukan untuk kemegahan diri atau kesenangan sesaat yang pada akhirnya membawa kehancuran.
Oleh karena itu, Yehezkiel 16:18 bukan sekadar narasi masa lalu, melainkan sebuah peringatan abadi bagi setiap orang yang mengaku mengikuti Tuhan. Penting untuk terus menerus mengoreksi diri, membedakan antara pemberian Tuhan yang sejati dan ilusi yang ditawarkan dunia, serta menggunakan setiap anugerah untuk membangun kerajaan-Nya dan memuliakan nama-Nya.