Ayat Yehezkiel 16:39 ini merupakan bagian dari nubuat yang disampaikan oleh Nabi Yehezkiel kepada kota Yerusalem. Dalam perumpamaan yang kuat, Yerusalem digambarkan sebagai seorang wanita yang sebelumnya ditemukan terbuang dan ditinggalkan, kemudian dirawat, diperindah, dan diangkat menjadi seorang ratu. Namun, alih-alih setia, ia justru jatuh ke dalam dosa-dosa perzinahan dan pengkhianatan yang mengerikan terhadap Tuhan, Sang Pemberi hidup dan kemuliaannya. Ayat ini menyoroti konsekuensi langsung dari tindakan tersebut.
Tuhan melalui Yehezkiel menyatakan bahwa Yerusalem akan dihakimi dengan standar yang sama seperti orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang paling hina: perzinahan dan pembunuhan. Ini bukan hanya metafora, melainkan gambaran kiasan tentang betapa seriusnya dosa-dosa kota itu di mata Tuhan. Perzinahan di sini melambangkan ketidaksetiaan rohani Yerusalem kepada Tuhan, yaitu penyembahan berhala dan praktik-praktik pagan yang mereka adopsi dari bangsa-bangsa sekeliling. Sementara itu, "menumpahkan darah" mengacu pada ketidakadilan, kekerasan, dan kejahatan yang merajalela di dalam kota.
Penghakiman yang dijanjikan bukanlah sekadar ancaman, melainkan sebuah proses pemurnian. Tuhan, dalam keadilan-Nya, tidak dapat membiarkan dosa berlanjut tanpa konsekuensi. Namun, penting untuk melihat ini bukan hanya dari sisi hukuman, tetapi juga dari perspektif keadilan ilahi. Tuhan menunjukkan bahwa Dia adalah Tuhan yang adil, yang menuntut kesetiaan dan kekudusan dari umat-Nya. Ketika umat-Nya jatuh ke dalam dosa, keadilan-Nya menuntut tindakan.
Perbandingan dengan "perempuan-perempuan yang berzina dan perempuan-perempuan yang menumpahkan darah" sangatlah gamblang. Para wanita yang melakukan tindakan semacam itu di zaman kuno akan menghadapi penghukuman yang keras dan dipermalukan di depan umum. Demikian pula, Yerusalem akan mengalami penghinaan dan pembuangan, sebagai akibat dari dosa-dosanya. Ini adalah sebuah peringatan keras tentang betapa pentingnya menjaga hubungan yang murni dan setia dengan Tuhan, serta hidup dalam keadilan dan kebenaran.
Keadilan ilahi yang digambarkan dalam Yehezkiel 16:39 juga memiliki implikasi teologis yang mendalam. Ini menegaskan bahwa Tuhan itu kudus dan tidak dapat berkompromi dengan dosa. Konsekuensinya bisa menyakitkan, tetapi seringkali berfungsi sebagai sarana untuk membawa kembali umat-Nya kepada pertobatan dan pemulihan. Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini mengingatkan bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi, terutama dalam hubungan kita dengan Sang Pencipta.
Bagi umat Tuhan di masa kini, peringatan ini tetap relevan. Kita dipanggil untuk hidup dalam kesetiaan kepada Tuhan, menjauhi segala bentuk penyembahan berhala modern—baik itu materialisme, kesombongan, maupun kesenangan sesaat—dan menegakkan keadilan dalam kehidupan kita sehari-hari. Memahami keadilan ilahi bukan hanya tentang menghafal ayat, tetapi tentang meresapi maknanya dalam setiap aspek kehidupan kita, agar kita senantiasa berjalan di jalan yang berkenan di hadapan Tuhan.