Tentang kelahiranmu, pada hari engkau dilahirkan, pusatmu tidak dipotong, juga tidak dibasuh dengan air, tidak diusap dengan garam, dan tidak dibalut dengan lampin.
Ayat Yehezkiel 16:4 dari Kitab Suci merupakan bagian dari sebuah penglihatan yang dahsyat yang diberikan kepada nabi Yehezkiel. Dalam penglihatan ini, Allah menggunakan perumpamaan yang kuat dan terkadang mengejutkan untuk menggambarkan hubungan-Nya dengan bangsa Israel, dan khususnya dengan kota Yerusalem. Ayat keempat ini secara spesifik menggambarkan kondisi Yerusalem pada saat kelahirannya, sebuah gambaran yang memberikan pemahaman mendalam tentang asal-usulnya.
Perumpamaan ini menggambarkan Yerusalem sebagai seorang bayi yang baru lahir, namun dalam keadaan yang sangat tidak terawat. Frasa "pusatmu tidak dipotong" merujuk pada tali pusar yang menghubungkan bayi dengan ibunya. Dalam tradisi kuno, pemotongan tali pusar merupakan langkah pertama yang penting dalam perawatan bayi yang baru lahir, menandakan pemisahan dari rahim ibu dan permulaan kehidupan independen. Ketiadaan tindakan ini menunjukkan keadaan yang terlantar dan terabaikan.
Selanjutnya, ayat ini menyebutkan bahwa bayi tersebut "tidak dibasuh dengan air". Kebersihan adalah hal mendasar dalam perawatan bayi. Air digunakan untuk membersihkan darah kelahiran dan kotoran lainnya, memastikan kesehatan dan kesejahteraan bayi. Ketidakadaan pembasuhan menandakan pengabaian yang ekstrim, meninggalkan bayi dalam kondisi yang tidak higienis.
Selain itu, "tidak diusap dengan garam" dan "tidak dibalut dengan lampin" menambah gambaran ketidakpedulian total. Garam dalam tradisi kuno memiliki berbagai fungsi, termasuk sebagai agen pembersih dan pengawet, serta dipercaya dapat memperkuat kulit bayi. Lampin atau pembalut bayi adalah kebutuhan dasar untuk kenyamanan dan kebersihan. Ketidakadaan kedua hal ini menegaskan betapa tidak berdayanya bayi tersebut, terlahir ke dunia tanpa perawatan dan kasih sayang yang sepantasnya.
Melalui gambaran ini, Allah ingin menyampaikan bahwa Yerusalem, kota yang diagungkan, pada mulanya hanyalah sebuah entitas yang lahir dalam keadaan terbuang, tidak diinginkan, dan tanpa harapan. Ini adalah pernyataan yang kuat tentang sifat asal usul Yerusalem yang tidak istimewa dari sudut pandang duniawi. Namun, kelanjutan dari pasal ini akan mengungkapkan bagaimana Allah kemudian mengangkat dan memperindahnya, menjadikannya kota yang megah. Perumpamaan ini menjadi dasar untuk kontras yang lebih besar, menunjukkan betapa besar anugerah dan kasih karunia Allah yang telah dilimpahkan kepada umat-Nya, meskipun mereka berasal dari latar belakang yang hina. Ini adalah pengingat bahwa kebesaran dan kemuliaan sejati seringkali tidak berasal dari permulaan yang gemilang, tetapi dari pemeliharaan dan penyertaan ilahi.