"Mereka tidak membuang ilah-ilah yang menjijikkan di Mesir dan tidak meninggalkan junjungan mereka. Tetapi Aku berfirman akan mencurahkan murka-Ku ke atas mereka untuk membinasakan mereka di tengah-tengah tanah Mesir."
Firman Tuhan dalam Yehezkiel pasal 20, ayat 7, membuka tirai masa lalu bangsa Israel, menyoroti sebuah momen krusial yang membentuk perjalanan spiritual mereka. Ayat ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah pengingat kuat tentang bahaya kemelekatan pada kesesatan dan godaan untuk kembali ke jalan yang telah ditinggalkan. Dalam konteks keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir yang penuh perbudakan, Tuhan memberikan perintah yang jelas: jangan menyembah ilah-ilah Mesir. Namun, seperti yang diungkapkan dalam ayat ini, godaan tersebut begitu kuat, sehingga sebagian dari mereka masih berpegang pada praktik-praktik najis yang telah menjadi bagian dari kehidupan mereka di Mesir.
Kata "menjijikkan" dalam ayat ini bukan sekadar ungkapan ketidaksetujuan Tuhan, tetapi menggambarkan betapa dalam dan parahnya kesesatan yang merasuk dalam penyembahan ilah-ilah asing. Ilah-ilah tersebut seringkali diasosiasikan dengan kekuatan alam, kesuburan, atau bahkan nafsu duniawi, yang kontras dengan keesaan dan kekudusan Tuhan yang Maha Kuasa. Keengganan untuk meninggalkan ilah-ilah ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh budaya dan kebiasaan, bahkan ketika dihadapkan pada pembebasan ilahi. "Junjungan mereka" merujuk pada berhala-berhala atau tuan-tuan spiritual yang mereka ikuti, yang kini seharusnya digantikan oleh ketaatan tunggal kepada Tuhan.
Menariknya, ayat ini kemudian melanjutkan dengan konsekuensi dari ketidaktaatan tersebut. Tuhan menyatakan bahwa Dia akan "mencurahkan murka-Ku ke atas mereka untuk membinasakan mereka di tengah-tengah tanah Mesir." Pernyataan ini menunjukkan keseriusan Tuhan terhadap ketidaktaatan yang disengaja. Meskipun mereka telah dibebaskan dari perbudakan fisik, mereka masih berisiko jatuh ke dalam kehancuran spiritual dan bahkan fisik akibat penolakan mereka untuk sepenuhnya mengikut Tuhan. Tuhan tidak ingin melihat umat-Nya terperosok kembali ke dalam kegelapan setelah Dia telah menawarkan jalan terang.
Dalam kehidupan modern, Yehezkiel 20:7 masih relevan. Kita mungkin tidak menyembah patung dewa-dewi Mesir secara harfiah, namun kita seringkali dihadapkan pada berbagai "ilah-ilah" modern yang mencoba merebut kesetiaan kita. Harta benda, kekuasaan, popularitas, kesenangan sesaat, bahkan pandangan dunia yang bertentangan dengan Firman Tuhan, bisa menjadi ilah-ilah yang menjijikkan yang perlahan mengikis hubungan kita dengan Tuhan. Janji Tuhan untuk membebaskan kita dari dosa dan memberikan kehidupan yang berkelimpahan adalah sebuah anugerah yang luar biasa. Namun, anugerah ini menuntut respons berupa penyerahan diri dan ketaatan total.
Memaknai Yehezkiel 20:7 berarti kita dipanggil untuk secara sadar memeriksa hati kita. Apakah ada "sesuatu" yang masih kita pegang erat yang menghalangi kita untuk sepenuhnya mengikut Tuhan? Apakah ada kebiasaan atau pandangan yang "menjijikkan" bagi Tuhan yang masih kita toleransi dalam hidup kita? Tuhan adalah Allah yang cemburu, yang menginginkan hati kita sepenuhnya. Dia menawarkan kesempatan untuk hidup dalam kebebasan dan pemulihan, tetapi itu dimulai dengan membuang segala sesuatu yang menghalangi kita untuk menjadi milik-Nya seutuhnya. Semoga kita dapat belajar dari kesalahan masa lalu bangsa Israel dan memilih untuk hidup dalam kesetiaan yang teguh kepada Tuhan.