Ayat Yehezkiel 21:2 ini merupakan pembukaan dari bagian nubuat yang sangat kuat dan dramatis. Tuhan memerintahkan Nabi Yehezkiel untuk mengarahkan pandangannya, bukan ke tempat yang damai, tetapi justru ke arah Sodom dan pegunungan Efraim. Ini adalah gambaran yang sangat sengaja dipilih. Sodom adalah simbol kebejatan moral dan penghakiman ilahi yang telah terjadi di masa lalu. Sementara itu, pegunungan Efraim mewakili wilayah utara kerajaan Israel (terutama kerajaan sepuluh suku yang sudah lama terpecah dan sering kali jatuh dalam penyembahan berhala), yang juga berada di ambang kebinasaan.
Instruksi untuk "menggiringkan mukamu" dan "menujukan amarahmu" menunjukkan betapa serius dan dalamnya perasaan Tuhan terhadap dosa dan ketidakadilan. Ini bukan sekadar pemberitahuan tentang kejadian, tetapi ekspresi dari murka dan keadilan ilahi yang tak terhindarkan. Yehezkiel diminta untuk merasakan dan menyaksikan, seolah-olah api penghakiman itu sudah membakar di depan matanya. Pesan ini disampaikan di tengah-tengah pembuangan Babel, sebagai pengingat bahwa dosa memiliki konsekuensi, dan Tuhan tidak akan membiarkan kejahatan berlalu begitu saja.
Melalui Yehezkiel, Tuhan menggunakan bahasa yang tajam dan jelas. Api adalah simbol yang umum digunakan dalam Alkitab untuk menggambarkan pemurnian, penghakiman, dan kehadiran ilahi. Di sini, api itu diidentikkan dengan amarah Tuhan yang diarahkan pada dosa. Ini adalah peringatan keras bagi orang-orang Yehuda yang masih tersisa di Yerusalem, yang mungkin merasa aman atau berdalih bahwa mereka tidak akan mengalami nasib yang sama seperti bangsa-bangsa lain yang telah dihancurkan.
Tuhan secara spesifik menyebut Sodom dan pegunungan Efraim untuk mengingatkan mereka akan dosa-dosa yang sama yang dilakukan oleh nenek moyang mereka dan yang mungkin masih ada di tengah-tengah mereka. Ini adalah panggilan mendesak untuk introspeksi dan pertobatan. Konsekuensi dari pengabaian terhadap firman Tuhan dan berlanjutnya dosa adalah kehancuran yang dahsyat. Pesan ini bukanlah tentang hukuman semata, melainkan juga tentang keadilan Tuhan yang melindungi kesucian-Nya dan menginginkan umat-Nya untuk hidup dalam kebenaran.
Meskipun ayat ini secara historis ditujukan kepada umat Israel kuno, pesannya tetap relevan hingga kini. Kita semua perlu diingat bahwa Tuhan adalah pribadi yang kudus dan adil. Dosa dan kejahatan tidak akan pernah dibenarkan di hadapan-Nya. Konsep "api amarah Tuhan" dapat diinterpretasikan sebagai konsekuensi alami dari tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilahi, atau sebagai murka ilahi yang dinyatakan melalui proses penghakiman.
Seperti Yehezkiel yang diminta untuk mengarahkan pandangannya pada kehancuran, kita pun dipanggil untuk tidak mengabaikan realitas dosa dalam hidup kita dan dalam masyarakat. Ayat ini mengajak kita untuk merenungkan di mana kita mungkin telah menyimpang, dan untuk menyambut panggilan Tuhan untuk hidup dalam kekudusan, keadilan, dan kasih. Pelajaran dari Yehezkiel 21:2 adalah pengingat yang kuat bahwa firman Tuhan selalu memiliki makna mendalam dan relevan untuk masa kini, mendesak kita untuk bertindak dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya.