"Maka karena itu Aku akan mengalihkan tangan-Ku melawan engkau, dan Aku akan mengikis habis kecemaranmu dan membuang semua kegemaranmu."
Ayat Yehezkiel 23:27 merupakan bagian dari nubuat yang disampaikan oleh nabi Yehezkiel kepada bangsa Israel. Ayat ini merujuk pada perumpamaan tentang dua perempuan bersaudara, Ohola (Samaria) dan Oholiba (Yerusalem), yang melambangkan kerajaan utara (Samaria) dan kerajaan selatan (Yehuda) yang telah menyimpang dari jalan Tuhan. Perumpamaan ini menggambarkan dosa-dosa mereka, khususnya perzinahan spiritual melalui penyembahan berhala dan perserikatan dengan bangsa-bangsa asing yang tidak sesuai dengan perjanjian mereka dengan Allah.
Firman Tuhan dalam Yehezkiel 23:27 bukanlah sekadar ancaman kosong, melainkan sebuah pernyataan keadilan ilahi yang tegas. Allah, dalam kemuliaan dan kesucian-Nya, tidak dapat mentolerir dosa yang terus-menerus dilakukan oleh umat-Nya yang telah dipilih. Kata "mengalihkan tangan-Ku melawan engkau" menunjukkan tindakan penghukuman yang disengaja dan penuh kuasa. Ini bukanlah tindakan kemarahan sesaat, melainkan keputusan yang telah dipertimbangkan sebagai respons terhadap pelanggaran perjanjian yang berulang kali.
"Mengikis habis kecemaranmu" menggambarkan sebuah proses pembersihan yang mendalam dan tuntas. Kecemaran di sini merujuk pada segala bentuk ketidakmurnian spiritual, moral, dan sosial yang telah merusak hubungan umat Israel dengan Tuhan. Hal ini termasuk praktik-praktik penyembahan berhala, ketidakadilan sosial, dan hubungan yang tidak sehat dengan bangsa-bangsa lain yang membawa mereka menjauh dari hukum Tuhan. Allah berjanji untuk membersihkan mereka dari akar dosa tersebut.
Selanjutnya, frasa "membuang semua kegemaranmu" menegaskan bahwa Allah akan menghilangkan segala sesuatu yang telah menjadi objek penyembahan dan kesenangan mereka di luar diri-Nya. Kegemaran ini sering kali berupa berhala-berhala asing, dewa-dewi yang disembah oleh bangsa-bangsa tetangga, atau praktik-praktik yang menyimpang dari ajaran Taurat. Bagi umat pilihan, kesetiaan hanya kepada Allah adalah syarat mutlak dalam perjanjian mereka. Segala bentuk kesetiaan yang terbagi akan disingkirkan.
Meskipun ayat ini terdengar keras, penting untuk melihatnya dalam konteks kasih dan tujuan akhir Allah. Penghukuman ini bukan bertujuan untuk menghancurkan umat-Nya selamanya, melainkan untuk membawa mereka pada pertobatan dan pemulihan. Melalui pengalaman beratnya pembuangan dan hukuman, umat Israel diharapkan menyadari kesalahannya, merindukan kembali kepada Tuhan, dan belajar untuk hidup dalam kesetiaan yang murni. Keadilan Allah juga merupakan ekspresi dari kasih-Nya yang ingin mengembalikan umat-Nya kepada hubungan yang benar dengan-Nya. Yehezkiel 23:27 menjadi pengingat bahwa hubungan dengan Tuhan memerlukan kesucian dan kesetiaan total, dan penyimpangan dari jalan-Nya akan selalu memiliki konsekuensi.