Pasal 23 dari Kitab Yehezkiel merupakan perikop yang sangat kuat dan penuh peringatan. Nabi Yehezkiel diperintahkan untuk menggambarkan perzinahan rohani dan fisik dua saudara perempuan, Oholah (melambangkan Samaria, kerajaan utara) dan Oholibah (melambangkan Yerusalem, kerajaan selatan). Kedua "saudara" ini, meskipun merupakan umat pilihan Allah, telah berulang kali berpaling dari kesetiaan kepada Allah, mencari pertolongan dan kesenangan pada bangsa-bangsa kafir di sekeliling mereka, serta menganut praktik-praktik penyembahan berhala yang menjijikkan.
Ayat 38 secara spesifik menyoroti puncak dari kebejatan mereka. Setelah melakukan berbagai tindakan dosa yang mengerikan, termasuk pengorbanan anak-anak kepada berhala (sebuah praktik yang sangat dibenci Allah), mereka kemudian dengan berani masuk ke dalam tempat kudus Allah. Tindakan ini bukanlah sebuah pengakuan dosa atau permohonan ampun, melainkan sebuah tindakan penajisan yang disengaja. Mereka datang ke tempat di mana hadirat Allah seharusnya bersemayam, bukan untuk beribadah dengan benar, tetapi untuk menodainya, menunjukkan kurangnya rasa hormat dan pemberontakan total terhadap Yang Mahakudus.
Peringatan ini bukanlah sekadar cerita sejarah tentang bangsa Israel kuno. Pesan dari Yehezkiel 23:38 memiliki implikasi yang mendalam bagi setiap individu dan komunitas yang mengaku percaya kepada Allah. Ini adalah pengingat yang jelas bahwa hubungan dengan Allah menuntut kesetiaan dan kekudusan. Ketika umat yang seharusnya mengasihi dan taat kepada Allah justru berpaling kepada "berhala-berhala" modern – baik itu kekayaan, kekuasaan, kesenangan duniawi, atau kesombongan diri – dan menodai "tempat kudus" mereka (yaitu, kehidupan pribadi, keluarga, atau komunitas ibadah mereka) dengan praktik-praktik yang tidak berkenan di hadapan-Nya, mereka berada dalam bahaya yang sama.
Allah melihat segala sesuatu. Ia tidak akan membiarkan penajisan terus-menerus terhadap kekudusan-Nya tanpa konsekuensi. Kitab Yehezkiel penuh dengan gambaran hukuman yang akan datang sebagai akibat dari dosa-dosa yang disengaja dan pemberontakan yang terus-menerus. Ayat ini menggarisbawahi bahwa tidak ada tempat bagi kemunafikan dalam hubungan dengan Allah. Kehidupan yang kudus, baik secara pribadi maupun komunal, adalah syarat utama agar tempat kudus (baik itu hati pribadi, keluarga, maupun gereja) tetap dihuni oleh hadirat-Nya dan tidak menjadi sasaran murka-Nya karena dinodai.
Pesan Yehezkiel 23:38 berfungsi sebagai panggilan untuk mawas diri. Apakah ada "berhala" dalam hidup kita yang menggantikan tempat Allah? Apakah kita secara sadar atau tidak sadar menodai kekudusan yang telah dikaruniakan kepada kita melalui Kristus? Peringatan ini mendorong kita untuk kembali pada kesetiaan yang tulus, menjaga hati dan kehidupan kita tetap murni, serta menghormati tempat kudus Allah dalam segala aspek kehidupan kita.
Untuk pemahaman lebih lanjut mengenai konteks kitab Yehezkiel, Anda bisa membaca artikel tentang kitab Yehezkiel.