"Oleh sebab itu, beginilah firman Tuhan ALLAH: Celakalah kota berdarah ini! Aku akan membuat tumpukan kayu menjadi besar."
Firman Tuhan yang disampaikan melalui Nabi Yehezkiel dalam pasal 24 ayat 6 adalah peringatan keras yang ditujukan kepada kota Yerusalem. Ayat ini bukan sekadar kata-kata, melainkan sebuah deklarasi tentang murka ilahi yang akan menimpa kota yang telah penuh dengan dosa dan kekerasan. Ungkapan "Celakalah kota berdarah ini!" secara lugas menggambarkan kondisi Yerusalem yang telah tercemar oleh berbagai kejahatan, penindasan, dan pertumpahan darah yang tidak bersalah. Sejarah mencatat bahwa Yerusalem, sebagai pusat keagamaan dan politik bangsa Israel, kerap kali jatuh ke dalam kemerosotan moral. Pemberontakan terhadap Tuhan, penyembahan berhala, dan ketidakadilan sosial menjadi noda yang semakin pekat pada identitas kota suci ini.
Dalam konteks kenabian Yehezkiel, kota berdarah ini merujuk secara spesifik pada Yerusalem menjelang dan selama pengepungan oleh bangsa Babel. Nabi Yehezkiel menerima penglihatan dan nubuat yang mengerikan tentang kehancuran yang akan datang. Ia diminta untuk menyampaikan pesan-pesan penghakiman Tuhan yang tak terhindarkan. Frasa "Aku akan membuat tumpukan kayu menjadi besar" merupakan metafora yang kuat. Tumpukan kayu biasanya digunakan untuk membakar. Dalam hal ini, tumpukan kayu tersebut melambangkan api penghakiman yang akan dilalap oleh Tuhan, yang akan membakar dan membinasakan kota Yerusalem. Ini bukanlah sekadar pembakaran biasa, tetapi sebuah pembersihan besar-besaran, sebuah proses yang keras untuk melenyapkan kenajisan dan dosa yang telah begitu mengakar.
Simbolisme api unggun yang besar ini dapat diinterpretasikan lebih lanjut. Api sering kali melambangkan pemurnian, tetapi juga penghakiman yang menghancurkan. Dalam kasus Yerusalem, ini adalah penghakiman yang membawa kehancuran total. "Tumpukan kayu menjadi besar" menyiratkan intensitas dan skala kehancuran yang akan terjadi. Ini bukan peristiwa kecil, tetapi bencana besar yang akan merubah segalanya. Kehancuran ini akan menjadi bukti nyata dari ketidaktaatan mereka terhadap Tuhan dan konsekuensi yang harus ditanggung.
Lebih dari sekadar peringatan fisik, ayat ini juga menekankan keadilan ilahi. Tuhan adalah Tuhan yang kudus dan adil. Dia tidak akan membiarkan dosa dan kekerasan berlalu begitu saja. Meskipun bangsa Israel adalah umat pilihan-Nya, mereka tetap harus bertanggung jawab atas tindakan mereka. Penghakiman yang digambarkan dalam Yehezkiel 24:6 adalah respons Tuhan terhadap pengkhianatan dan kekejaman yang telah mereka lakukan. Ini adalah panggilan untuk mengingat bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi, terutama ketika berhadapan dengan kekudusan Tuhan. Ayat ini mengajarkan pentingnya ketaatan dan bagaimana kesombongan serta kejahatan akan selalu berujung pada kehancuran jika tidak ada pertobatan.
Bagi para pembaca Kitab Suci, khususnya mereka yang mempelajari nubuat Yehezkiel, ayat ini mengingatkan bahwa Tuhan melihat segala sesuatu. Janji-janji-Nya berlaku, baik janji berkat maupun janji penghakiman. Kata-kata ini menjadi refleksi tentang kebutuhan akan pertobatan yang tulus dan hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Kehancuran Yerusalem yang dinubuatkan dalam Yehezkiel 24:6 adalah sebuah peristiwa historis yang tragis, namun juga menjadi pelajaran abadi tentang sifat Tuhan dan pentingnya hidup dalam kebenaran-Nya.