Semua pedagang di antara bangsa-bangsa terkejut melihat engkau; engkau menjadi kengerian dan tidak akan ada lagi untuk selama-lamanya.
Kitab Yehezkiel, seorang nabi yang diasingkan ke Babel, dipenuhi dengan nubuat-nubuat yang kuat tentang penghakiman ilahi. Salah satu bagian yang paling dramatis terdapat dalam pasal 27, yang merinci kejatuhan kota Tirus yang megah. Tirus, sebuah kota pelabuhan yang kaya raya di Fenisia, dikenal karena perdagangan maritimnya yang luas, kekayaannya yang melimpah, dan keangkuhannya yang tak terkira. Pasal ini menggambarkan Tirus sebagai kapal raksasa yang penuh kemegahan dan keindahan, namun juga sarat dengan kesombongan dan kejahatan.
Ayat Yehezkiel 27:36 menutup perikop yang menggambarkan malapetaka yang menimpa Tirus. Kata-kata ini bukan hanya sekadar deskripsi keruntuhan fisik sebuah kota, tetapi juga pengingat akan konsekuensi dari keangkuhan dan penolakan terhadap kedaulatan Tuhan. Tirus, yang merasa tak tergoyahkan oleh kekuatannya dan kekayaannya, akhirnya harus menghadapi murka Tuhan yang tak dapat dihindari. Kepada para pedagang dan bangsa-bangsa lain yang berinteraksi dengannya, kejatuhan Tirus menjadi sebuah pelajaran yang mengerikan.
Gambaran "menjadi kengerian" menunjukkan betapa hebatnya dampak kehancuran Tirus. Kehancuran ini bukan hanya mengakhiri keberadaannya sebagai pusat perdagangan dan kekuatan maritim, tetapi juga menjadi simbol dari akhir dari setiap entitas yang mengangkat dirinya setara dengan Tuhan atau mengabaikan keadilan dan kebenaran-Nya. Kekayaan dan kekuasaannya tidak dapat melindunginya dari penghakiman ilahi. Keangkuhan Tirus membawanya pada kehancuran total, sebuah keadaan di mana ia "tidak akan ada lagi untuk selama-lamanya."
Bagi para pedagang dan bangsa-bangsa yang menyaksikan, mereka terkejut. Kejutan ini bukan hanya karena hilangnya mitra dagang yang penting, tetapi juga karena melihat bagaimana sebuah kekuatan besar bisa lenyap begitu saja. Ini adalah bukti bahwa kekuatan manusiawi, sekaya dan sekuat apapun, pada akhirnya akan tunduk pada kehendak Tuhan. Nubuat ini berlaku tidak hanya untuk Tirus pada zamannya, tetapi juga membawa pesan universal tentang pentingnya kerendahan hati di hadapan Tuhan dan bahaya dari keangkuhan serta penindasan.
Kisah Tirus dalam Yehezkiel 27 mengingatkan kita bahwa kekayaan materi dan kemajuan duniawi bukanlah tujuan akhir. Yang terpenting adalah bagaimana kita hidup di hadapan Tuhan, dengan menjunjung tinggi keadilan, belas kasih, dan ketaatan. Ketika suatu bangsa atau individu mengabaikan prinsip-prinsip ilahi demi kemegahan pribadi dan keuntungan semata, mereka berisiko mengalami nasib yang sama seperti Tirus: menjadi simbol kehancuran dan pelajaran bagi orang lain.