"Hai anak manusia, bernubuatlah menentang Firaun, raja Mesir, dan katakan kepadanya: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Aku akan menghunus pedangku dari sarungnya dan melenyapkan dari padamu orang benar dan orang fasik.
Ayat Yehezkiel 30:2 merupakan sebuah deklarasi kenabian yang tegas dan tanpa kompromi, yang ditujukan kepada Firaun, raja Mesir. Pesan ini datang langsung dari Tuhan Allah, yang menegaskan otoritas dan kuasa-Nya atas semua bangsa, termasuk kekuatan Mesir yang saat itu masih dianggap sebagai salah satu imperium terkuat di dunia kuno. Kata "menghunus pedangku dari sarungnya" adalah metafora yang kuat untuk menggambarkan niat Tuhan untuk melakukan penghakiman dan pemusnahan yang akan segera terjadi. Ini bukanlah ancaman biasa, melainkan sebuah pernyataan niat ilahi yang tak terhindarkan.
Yang paling mencolok dari ayat ini adalah pernyataan bahwa Tuhan akan "melenyapkan dari padamu orang benar dan orang fasik." Pernyataan ini menunjukkan betapa menyeluruhnya hukuman yang akan menimpa Mesir. Dalam konteks hukuman ilahi, seringkali ada harapan bahwa orang-orang yang saleh atau tidak bersalah akan dilindungi. Namun, di sini, Tuhan secara eksplisit menyatakan bahwa penghakiman-Nya akan begitu dahsyat sehingga tidak ada yang akan luput, baik mereka yang hidup dalam kebenaran maupun mereka yang hidup dalam dosa. Ini bisa diartikan sebagai gambaran kehancuran total yang akan melanda negeri itu, di mana seluruh struktur sosial dan kehidupan akan terganggu, tanpa pandang bulu.
Nubuat ini memiliki latar belakang historis yang kompleks. Bangsa Israel sering kali mencari perlindungan kepada Mesir, meskipun Mesir sendiri memiliki sejarah panjang penindasan terhadap bangsa Israel. Ketergantungan pada kekuatan duniawi seperti Mesir, alih-alih mengandalkan Tuhan, adalah tema yang berulang dalam narasi Alkitab. Yehezkiel, sebagai nabi yang diasingkan di Babel, diperintahkan untuk menyampaikan pesan penghakiman Tuhan terhadap Mesir, yang kemungkinan besar juga merupakan peringatan bagi bangsa Israel agar tidak lagi mengandalkan kekuatan Mesir yang akan segera runtuh. Kejatuhan Mesir ini tidak hanya menegaskan kedaulatan Tuhan tetapi juga menunjukkan ketidakmampuan kekuatan manusiawi untuk memberikan keselamatan sejati.
Pesan Yehezkiel 30:2 mengingatkan kita bahwa Tuhan adalah hakim yang adil atas seluruh bumi. Penghakiman-Nya bisa jadi keras dan menyeluruh, tidak mengenal pilih kasih. Namun, di balik murka-Nya, selalu ada panggilan untuk kerendahan hati, pengakuan atas keterbatasan manusia, dan pengalihan iman sepenuhnya kepada sumber kekuatan dan keselamatan yang sejati, yaitu Tuhan sendiri. Nubuat ini, meskipun terdengar mengerikan, pada akhirnya berfungsi sebagai pengingat akan kebesaran Tuhan dan konsekuensi dari kesombongan serta ketergantungan pada kekuatan duniawi.