Yehezkiel 31:14 - Ketenangan Air yang Tenang

"Supaya di atas segala pohon yang tumbuh di Eden pun, dan di antara pohon-pohon hutan yang terbaik pun, tidak ada yang meninggikan diri karena ketinggiannya, dan tidak ada yang menjangkaukan dahannya sampai ke awan, dan tidak ada yang berdiri tegak dengan kemegahannya, sebab semuanya telah diserahkan kepada maut, ke bumi bagian bawah, di antara anak-anak manusia yang turun ke liang kubur."

Simbol Pohon yang Subur dan Tenang

Ayat Yehezkiel 31:14 dalam terjemahan Bahasa Indonesia ini mengingatkan kita akan sebuah kebenaran fundamental tentang kerapuhan kemegahan duniawi. Gambaran tentang pohon-pohon yang menjulang tinggi, yang tumbuh di taman Eden yang indah, bahkan yang paling unggul di antara pepohonan hutan, diserukan untuk tidak meninggikan diri. Ada batas ketinggian yang takkan terlampaui, dan bahkan yang paling megah pun akhirnya akan tunduk pada takdir alamiahnya.

Dalam konteksnya, ayat ini sering dihubungkan dengan perumpamaan tentang Firaun, raja Mesir, yang digambarkan sebagai pohon aras yang megah di Lebanon. Kemegahan dan kekuatannya yang luar biasa membuatnya merasa tak tertandingi. Namun, TUHAN melalui Yehezkiel menyampaikan pesan peringatan bahwa kejatuhan Firaun akan menjadi pengingat bagi semua yang terbuai oleh kekuasaan dan kebesaran duniawi. Tidak peduli seberapa tinggi sebuah pohon menjulang, tidak peduli seberapa lebat dedaunannya, pada akhirnya ia akan rebah dan kembali ke bumi.

Ini adalah metafora kuat yang mengajarkan kerendahan hati. Bahkan dalam kesuksesan dan kekayaan terbesar sekalipun, kesadaran akan keterbatasan adalah hal yang penting. Ketinggian yang hanya mengarah pada kesombongan dan keangkuhan akan selalu berakhir pada kehancuran. Ayat ini menegaskan bahwa semua yang berakar pada kebanggaan diri semata, tanpa pengakuan akan kekuasaan yang lebih tinggi, pada akhirnya akan tersapu oleh badai kehidupan atau oleh penghakiman ilahi.

"Sebab semuanya telah diserahkan kepada maut, ke bumi bagian bawah," demikian lanjut ayat tersebut. Kata-kata ini sangat lugas. Tidak ada yang abadi di bawah matahari, kecuali kebenaran dan firman Tuhan. Semua kemegahan dan kekayaan duniawi akan berlalu. Ini bukan ajakan untuk hidup dalam keputusasaan, melainkan untuk hidup dengan perspektif yang benar. Ketenangan sejati datang bukan dari ketinggian yang sombong, tetapi dari penerimaan akan tempat kita di alam semesta dan pengakuan akan sumber kehidupan yang sebenarnya.

Bahkan pohon yang paling indah pun akhirnya akan kembali menjadi debu. Keturunan manusia, yang seringkali mendongak ke langit dengan segala ambisi dan keangkuhannya, pada akhirnya akan turun ke bumi, kembali ke asalnya. Hal ini mengajarkan kita untuk menghargai kehidupan yang diberikan saat ini, untuk menjalani hidup dengan bijaksana, dan untuk tidak terbuai oleh ilusi kekuasaan atau kemuliaan yang bersifat sementara. Ketenangan sejati terletak pada hidup dalam keselarasan dengan kehendak ilahi, bukan dalam upaya untuk mendominasi atau meninggikan diri di atas segalanya.