Kitab Yehezkiel, salah satu nabi besar dalam Perjanjian Lama, sering kali menyampaikan pesan-pesan yang kuat dan terkadang penuh peringatan kepada umat Israel. Namun, di tengah seruan akan pertobatan dan penghakiman, terselip pula janji dan gambaran yang menyentuh hati. Ayat Yehezkiel 33:32 memberikan sebuah gambaran unik yang menarik untuk direnungkan, terutama dalam konteks kehidupan rohani modern. Ayat ini mengungkapkan bagaimana umat mendengarkan perkataan nabi, namun dalam praktiknya, mereka tidak melaksanakannya. Mereka memperlakukan pesan ilahi seolah-olah sebuah hiburan semata, sebuah "nyanyian pendahuluan yang merdu" atau "kecapi yang elok bunyinya".
Pada pandangan pertama, perbandingan ini mungkin terdengar negatif. Namun, mari kita lihat dari sisi lain. Mengapa Yehezkiel menggunakan perumpamaan musik? Musik memiliki kekuatan untuk membangkitkan emosi, memberikan kenyamanan, bahkan membangkitkan kerinduan. "Nyanyian pendahuluan yang merdu" dan "kecapi yang elok bunyinya" menyiratkan sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang dinanti-nantikan, dan sesuatu yang indah untuk didengarkan. Ini menunjukkan bahwa firman Tuhan, pada level pendengaran, mampu menyentuh jiwa dan memberikan semacam kepuasan spiritual sementara. Umat mendengarkan, mereka mungkin merasa terhibur, mungkin merasa tersentuh, bahkan mungkin merasa bahwa mereka sudah melakukan bagian mereka dengan sekadar mendengarkan.
Namun, inti dari peringatan Yehezkiel terletak pada bagian akhir ayat tersebut: "tetapi tidak melakukannya." Di sinilah letak perbedaan krusial antara mendengarkan secara pasif dan mempraktikkan secara aktif. Firman Tuhan bukanlah sekadar melodi yang indah untuk dinikmati sesaat, melainkan sebuah panduan hidup yang menuntut respons dan tindakan nyata. Mengalami keindahan firman adalah satu hal, tetapi membiarkan firman itu mengubah hati dan tindakan kita adalah hal yang lain sama sekali. Kesalahan umat Israel bukanlah karena mereka tidak menyukai musik firman, melainkan karena mereka menghentikan respons mereka pada tahap pendengaran dan kekaguman semata.
Dalam kehidupan kita saat ini, pesan Yehezkiel 33:32 tetap relevan. Kita mungkin memiliki akses yang lebih mudah kepada firman Tuhan daripada umat Israel pada masa itu. Kita bisa mendengarkan khotbah yang menggugah, membaca renungan yang inspiratif, atau mendengarkan musik rohani yang indah. Semua itu bisa menjadi "nyanyian pendahuluan yang merdu" yang menyegarkan jiwa. Namun, bahaya yang sama tetap mengintai: bahaya menjadi pendengar yang baik tetapi pelaksana yang buruk. Kehidupan rohani yang sehat tidak berhenti pada telinga yang mendengar atau hati yang merasa terhibur. Ia menuntut komitmen untuk menerjemahkan kebenaran yang kita dengar ke dalam tindakan sehari-hari. Apakah kita hanya menikmati melodi firman, ataukah kita membiarkannya mengarahkan langkah-langkah kita menuju kehidupan yang berkenan kepada-Nya? Ayat ini adalah panggilan untuk merefleksikan kedalaman komitmen kita terhadap firman Tuhan, melampaui sekadar keindahan pendengaran menuju ketaatan yang transformatif.