KEBANGKITAN

Yehezkiel 37:7 - Perintah untuk Bernubuat

"Lalu aku bernubuat seperti diperintahkan kepadaku; dan ketika aku bernubuat, terjadilah suara bergemuruh, dan tulang-tulang berdekatan satu sama lain, tulang dengan tulangnya."

Ayat Yehezkiel 37:7 ini merupakan bagian penting dari penglihatan yang diterima oleh Nabi Yehezkiel di tengah-tengah pembuangan bangsa Israel di Babel. Penglihatan Lembah Tulang Belulang Kering adalah sebuah metafora yang sangat kuat tentang kondisi umat Allah yang pada saat itu terasa mati dan tanpa harapan. Israel, sebagai bangsa pilihan Allah, telah jatuh dalam dosa dan dibuang dari tanah perjanjian mereka. Kehidupan rohani mereka kering kerontang, seolah-olah tulang-tulang mereka telah tercerai-berai dan mengering di lembah.

Dalam momen yang penuh keputusasaan ini, Allah memberikan tugas yang luar biasa kepada Yehezkiel: untuk bernubuat kepada tulang-tulang yang kering itu. Perintah ini sendiri tampak mustahil dan bahkan absurd. Bagaimana mungkin tulang-tulang yang mati dapat merespons firman? Namun, di sinilah letak keajaiban dan kuasa Allah. Yehezkiel diperintahkan untuk berbicara, untuk mengutarakan firman Allah, bukan dengan harapan bahwa ia sendiri yang akan menghidupkan, melainkan karena Allah yang akan bekerja melalui firman-Nya.

Ketika Yehezkiel taat dan bernubuat sesuai dengan perintah, respon pertama yang terjadi bukanlah kebangkitan langsung, melainkan suara bergemuruh dan tulang-tulang yang mulai bergerak dan berdekatan. Ini menunjukkan bahwa tindakan ketaatan, bahkan ketika hasilnya belum terlihat sepenuhnya, adalah langkah awal yang krusial. Gerakan tulang-tulang ini adalah tanda bahwa ada sesuatu yang mulai terjadi, sebuah proses yang digerakkan oleh firman Allah dan ketaatan nabi-Nya. Tulang yang terpisah kini mulai mencari pasangannya, sebuah indikasi kembalinya keteraturan dan potensi kehidupan.

Kisah ini melampaui sekadar gambaran kebangkitan fisik. Yehezkiel 37:7 mengingatkan kita bahwa Allah memiliki kuasa untuk memulihkan apa yang tampak mati dan tanpa harapan. Baik itu dalam skala bangsa, komunitas, maupun kehidupan pribadi, ketika kita merasa seperti tulang-tulang kering yang tercerai-berai, firman Allah memiliki kuasa untuk menyatukan kembali bagian-bagian yang terpecah. Ketaatan untuk mendengarkan dan menyuarakan firman-Nya, meskipun dalam keadaan yang tampaknya mustahil, membuka pintu bagi intervensi ilahi.

Kisah ini juga menyoroti peran nabi sebagai perantara firman Allah. Yehezkiel bukan pelaksana mukjizat itu sendiri, tetapi alat yang digunakan Allah untuk menyampaikan firman yang memiliki kuasa menghidupkan. Ini adalah pelajaran penting bagi setiap orang percaya: kita dipanggil untuk menjadi saluran firman Allah, untuk menyuarakan kebenaran-Nya, dan mempercayai bahwa Allah yang akan memberikan kehidupan dan pemulihan. Penglihatan ini akhirnya berujung pada kebangkitan seluruh pasukan menjadi tentara Allah yang hidup, melambangkan pemulihan total Israel dan janji kebangkitan bagi umat Allah.