"Ambillah loh batu dan letakkanlah di depanmu; gambarlah di atasnya kota itu, yakni Yerusalem."
(Gambar simbol kota Yerusalem di atas loh batu)
Ayat Yehezkiel 4:1 membuka salah satu adegan paling dramatis dan simbolis dalam Kitab Yehezkiel. Allah memerintahkan nabi-Nya untuk mengambil sebuah loh batu dan menggambar di atasnya kota suci, Yerusalem. Tindakan ini bukan sekadar gambaran literal, melainkan sebuah lakon profetik yang sarat makna, dirancang untuk menyampaikan pesan peringatan keras kepada umat Israel yang terbuang di Babel.
Yehezkiel, seorang imam yang dibawa ke pembuangan di Babel, diperintahkan oleh Tuhan untuk menjalankan serangkaian tindakan simbolis yang secara visual menggambarkan kehancuran yang akan datang dan kesengsaraan yang akan menimpa Yerusalem dan penduduknya. Pengambilan loh batu dan penggambaran kota Yerusalem adalah langkah awal dari serangkaian nubuat yang sangat gamblang. Loh batu ini menjadi panggung bagi Yehezkiel untuk "memainkan" takdir kota kesayangannya.
Dalam konteks sejarah, Yerusalem pada masa itu telah jatuh ke tangan Babel. Raja Zedekia, penguasa terakhir Yehuda, telah ditawan, dan banyak penduduknya telah dibuang. Namun, bagi mereka yang masih tersisa atau yang masih memegang harapan akan pemulihan, gambaran kota yang digambarkan Yehezkiel di atas loh batu menjadi pengingat akan realitas pahit yang sedang terjadi dan akan terus berlanjut. Kota yang dulunya megah dan menjadi pusat ibadah, kini berada di bawah ancaman kehancuran total.
Penggambaran kota ini bukan hanya sekadar membuat sketsa. Ini adalah simbol dari seluruh bangsa yang terikat pada kota tersebut. Yerusalem mewakili pusat kehidupan rohani, politik, dan sosial bagi orang Israel. Menggambar Yerusalem di atas loh batu menyiratkan bahwa nasib kota itu telah ditentukan dan terukir secara permanen. Loh batu itu sendiri melambangkan keteguhan dan keabadian, namun dalam konteks ini, ia menjadi saksi bisu dari sebuah takdir yang telah ditetapkan.
Tindakan ini merupakan sebuah "drama hidup" yang sangat kuat. Melalui gambaran visual ini, Allah ingin memastikan bahwa pesan penghukuman-Nya tidak dapat diabaikan atau disalahartikan. Ini adalah peringatan yang tegas bagi setiap orang yang melihat atau mendengar tentang tindakan Yehezkiel. Gambaran kota yang dikepung akan segera menjadi kenyataan yang mengerikan bagi mereka yang tinggal di Yerusalem. Pengepungan yang digambarkan Yehezkiel adalah nubuat tentang datangnya kuasa militer Babel yang akan mengelilingi dan menghancurkan kota itu.
Yehezkiel 4:1 berfungsi sebagai fondasi visual untuk serangkaian tindakan nubuat berikutnya. Dengan menggambarkan kota itu, Yehezkiel telah menetapkan subjek utama dari dramanya. Allah kemudian akan memerintahkan Yehezkiel untuk melakukan tindakan yang lebih spesifik, seperti berbaring di sisinya selama berhari-hari untuk menanggung kedurhakaan Israel, dan memakan roti yang dimasak di atas kotoran manusia sebagai simbol dari penolakan dan ketidakmurnian yang akan menimpa umat-Nya. Semua ini berawal dari satu tindakan sederhana namun mendalam: menggambar kota Yerusalem di atas loh batu.
Pesan dari Yehezkiel 4:1, meskipun berakar pada peristiwa sejarah tertentu, juga memiliki resonansi yang lebih luas. Ini mengingatkan kita bahwa tindakan simbolis dapat menjadi alat komunikasi yang sangat kuat, terutama ketika berbicara tentang kebenaran yang sulit diterima. Dalam perjalanan iman, kita juga sering dihadapkan pada gambaran-gambaran simbolis yang membantu kita memahami realitas rohani, seperti tanda-tanda kerajaan Allah atau konsekuensi dari dosa. Yehezkiel, dengan loh batunya, menjadi nabi yang mengajarkan melalui gambaran, memvisualisasikan keadilan dan murka Allah atas pelanggaran umat-Nya.