Kitab Yehezkiel memberikan gambaran yang sangat rinci mengenai visi bait suci baru yang diperlihatkan kepada nabi Yehezkiel. Bagian ini, khususnya pasal 42 ayat 5, memfokuskan pada dimensi ruang-ruang pendukung di sekitar bait suci utama. Ayat ini menyebutkan ukuran: tinggi seratus hasta, lebar seratus hasta, dan panjang seratus hasta. Angka-angka ini mengacu pada ruangan-ruangan yang lebih kecil, yang kemungkinan berfungsi sebagai tempat penyimpanan atau ruang pendukung bagi para imam dan pelayanan bait suci.
Penting untuk dicatat bahwa ukuran yang disebutkan adalah "tinggi seratus hasta, lebar seratus hasta, panjang seratus hasta." Namun, bagian terakhir ayat ini memberikan detail tambahan yang menarik: "Tetapi dindingnya adalah dari tanah seribu hasta tingginya." Pernyataan mengenai dinding yang tingginya seribu hasta ini seringkali menjadi subjek interpretasi. Beberapa pandangan menganggap ini sebagai deskripsi dinding luar yang mengelilingi kompleks bait suci yang lebih luas, sementara yang lain melihatnya sebagai penekanan pada kemuliaan dan kebesaran ilahi yang mengelilingi tempat kudus, bahkan jika ruangan dalamnya memiliki dimensi yang lebih terukur.
Dimensi yang dijelaskan dalam Yehezkiel 42:5 mungkin terasa teknis, namun dalam konteks yang lebih luas, ia menekankan keteraturan, kesucian, dan kesempurnaan yang Tuhan inginkan dalam penyembahan-Nya. Bait suci, baik yang lama maupun yang divisikan Yehezkiel, adalah gambaran fisik dari hadirat Tuhan di antara umat-Nya. Setiap detail, termasuk ukuran, melambangkan aspek-aspek rohani.
Dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus sendiri dibandingkan dengan bait suci. Ia adalah Bait Suci yang sesungguhnya, tempat hadirat Allah berdiam secara penuh. Kematian dan kebangkitan-Nya membuka jalan bagi setiap orang percaya untuk memiliki hubungan langsung dengan Allah. Konsep mengenai "tembok seribu hasta" bisa diinterpretasikan sebagai perlindungan dan kuasa Allah yang tak terbatas yang melindungi umat-Nya, jauh melampaui batasan fisik apa pun.
Pemahaman tentang ukuran dan tata letak bait suci ini membantu kita menghargai betapa seriusnya Tuhan memandang ibadah dan kekudusan. Meskipun kita tidak lagi memiliki bait suci fisik seperti di Yerusalem, prinsip-prinsip kekudusan dan keteraturan dalam hubungan kita dengan Tuhan tetap relevan. Ayat seperti Yehezkiel 42:5 mendorong kita untuk merenungkan betapa agungnya rencana Allah dan bagaimana Ia selalu menyediakan tempat untuk kedekatan dengan umat-Nya, baik di masa lalu, sekarang, maupun di masa depan.