Yehezkiel 43:7

"Dan Ia berfirman kepadaku: 'Hai anak manusia, inilah tempat takhta-Ku dan tempat tapak kaki-Ku, tempat kediaman-Ku di tengah-tengah orang Israel untuk selama-lamanya. Dan keluarga Israel tidak akan menajiskan lagi nama-Ku yang kudus, baik mereka maupun raja-raja mereka, dengan zinah mereka dan dengan mayat-mayat raja-raja mereka di tempat-tempat tinggi mereka."

Ayat Yehezkiel 43:7 merupakan sebuah penegasan yang kuat tentang kehadiran Allah yang kudus di tengah-tengah umat-Nya. Penglihatan yang diberikan kepada nabi Yehezkiel tentang Bait Suci yang baru ini menyoroti kembali keseriusan Allah terhadap kekudusan-Nya dan harapan-Nya agar umat-Nya hidup kudus pula.

Kata-kata "inilah tempat takhta-Ku dan tempat tapak kaki-Ku, tempat kediaman-Ku di tengah-tengah orang Israel untuk selama-lamanya" bukan sekadar deskripsi arsitektur. Ini adalah pernyataan teologis yang mendalam. Allah memilih untuk berdiam di antara umat-Nya, sebuah kehormatan yang luar biasa sekaligus sebuah tanggung jawab besar bagi umat-Nya untuk menjaga kesucian tempat tersebut dan diri mereka sendiri.

Bagian selanjutnya dari ayat ini berbicara tentang larangan menajiskan nama Tuhan. Penajisan ini terjadi melalui "zinah mereka dan dengan mayat-mayat raja-raja mereka di tempat-tempat tinggi mereka." Perilaku seperti perzinahan adalah pelanggaran terhadap perjanjian kesetiaan kepada Allah, yang sering diibaratkan seperti ikatan pernikahan. Sementara itu, "tempat-tempat tinggi" sering kali menjadi lokasi penyembahan berhala, praktik yang sangat dibenci oleh Allah karena mengalihkan kesetiaan umat-Nya dari Dia kepada dewa-dewa asing.

Penegasan bahwa umat Israel, termasuk raja-raja mereka, tidak boleh lagi menajiskan nama-Nya yang kudus, menunjukkan sebuah panggilan kepada pertobatan dan pembaruan hidup. Ini bukan hanya tentang aturan ritual, tetapi tentang sikap hati dan gaya hidup yang mencerminkan kekudusan Tuhan. Kehadiran Allah yang nyata di Bait Suci menuntut kekudusan dari semua yang mendekat kepada-Nya.

Penting untuk dicatat bahwa vision Yehezkiel ini sering kali ditafsirkan dalam konteks kenabian tentang pemulihan Israel setelah pembuangan. Ini menjadi janji harapan bahwa Allah tidak meninggalkan umat-Nya, bahkan ketika mereka telah jauh menyimpang. Bait Suci yang baru melambangkan kembalinya kemuliaan Allah dan dimulainya era baru di mana hubungan antara Allah dan umat-Nya dapat dipulihkan atas dasar kekudusan.

Dalam pemahaman Kristen, ayat ini juga sering dilihat sebagai gambaran awal dari kehadiran Allah yang lebih penuh dalam diri Yesus Kristus dan kemudian melalui Roh Kudus di dalam gereja. Gereja, sebagai tubuh Kristus, adalah Bait Suci yang hidup di mana Roh Allah berdiam. Oleh karena itu, panggilan untuk menjaga kekudusan nama Tuhan tetap relevan bagi umat percaya hingga saat ini. Kita dipanggil untuk hidup sedemikian rupa sehingga tindakan dan gaya hidup kita memuliakan Allah, bukan menajiskan nama-Nya, melalui cara kita memperlakukan sesama, menjauhi dosa, dan mengutamakan kehendak-Nya.

YHWH

Simbol yang merepresentasikan kekudusan dan kehadiran ilahi.