"Apabila ia masuk ke pelataran dalam, ia harus memakai pakaian lenan, dan janganlah ia mengenakan bulu domba, sedang ia berbakti di pelataran dalam itu, dan di dalam rumah."
Ayat Yehezkiel 44:17 merupakan salah satu dari banyak petunjuk spesifik yang diberikan oleh Tuhan kepada nabi Yehezkiel mengenai pembangunan dan penyelenggaraan Bait Suci yang baru serta ibadah di dalamnya. Ayat ini secara khusus menyoroti mengenai pakaian yang harus dikenakan oleh para imam ketika mereka menjalankan tugas pelayanan mereka di area-area tertentu dalam Bait Suci. Fokusnya adalah pada penggunaan pakaian lenan dan larangan mengenakan bulu domba.
Perintah ini bukan sekadar aturan busana yang dangkal, melainkan memiliki makna teologis yang mendalam. Pakaian lenan (linen) secara historis sering kali dikaitkan dengan kekudusan, kemurnian, dan kebersihan. Dalam konteks keagamaan kuno, material seperti lenan dianggap lebih murni dibandingkan material lain seperti wol atau bulu. Dengan mengenakan pakaian lenan, para imam diperintahkan untuk tampil bersih dan suci di hadapan Tuhan, yang adalah pribadi yang maha kudus. Ini mencerminkan bahwa setiap aspek ibadah kepada Tuhan harus dilakukan dengan kesungguhan hati, ketulusan, dan dalam keadaan yang layak di hadapan-Nya.
Sebaliknya, larangan mengenakan bulu domba saat berbakti di pelataran dalam dan di dalam rumah Bait Suci juga memiliki signifikansinya. Bulu domba, meskipun merupakan material yang umum dan penting, bisa jadi dikaitkan dengan aspek-aspek duniawi atau bahkan kekotoran dalam konteks ibadah yang sangat sakral. Tuhan ingin menegaskan bahwa saat memasuki area terdekat dengan kehadiran-Nya, segala sesuatu yang bersifat duniawi atau berpotensi mengurangi kekudusan harus disingkirkan. Ini adalah pengingat konstan bagi para imam bahwa mereka berada dalam tugas yang suci, yang membutuhkan pemisahan dari hal-hal yang biasa dan fokus pada kekudusan ilahi.
Relevansi Yehezkiel 44:17 melampaui konteks historis dan ritual Bait Suci di Yerusalem. Dalam perspektif Kristen, para pengikut Kristus dipanggil menjadi "imam-imam raja" (1 Petrus 2:9). Perintah mengenai pakaian lenan dan larangan bulu domba dapat diinterpretasikan secara rohani. Ini mengingatkan kita untuk mempersiapkan diri dengan hati yang bersih dan murni ketika kita mendekat kepada Tuhan dalam doa, penyembahan, dan pelayanan. Pakaian rohani yang kita kenakan adalah kebenaran Kristus, kekudusan yang Dia anugerahkan, dan penolakan terhadap segala bentuk dosa dan keinginan duniawi yang dapat memisahkan kita dari hadirat-Nya.
Memahami Yehezkiel 44:17 mengajak kita untuk merefleksikan bagaimana kita mempersembahkan diri kita kepada Tuhan. Apakah kita mendekat kepada-Nya dengan hati yang mempersiapkan diri, menyingkirkan hal-hal yang tidak kudus dalam hidup kita, dan mengenakan "pakaian" kekudusan yang telah disediakan melalui pengorbanan Kristus? Ayat ini adalah pengingat abadi bahwa ibadah yang sejati dan persekutuan yang mendalam dengan Tuhan menuntut kekudusan dan pemisahan dari dunia.
Pelataran dalam dan rumah Tuhan adalah tempat yang sangat sakral. Oleh karena itu, segala sesuatu yang masuk ke dalamnya haruslah suci dan tanpa cela. Perintah ini tidak hanya berlaku untuk para imam, tetapi juga mengajarkan prinsip bahwa di hadapan Tuhan, kita harus selalu menjaga kekudusan. Ini adalah panggilan untuk hidup yang konsisten, baik di dalam maupun di luar lingkungan ibadah, menunjukkan bahwa seluruh kehidupan kita adalah bentuk penyembahan yang kudus kepada-Nya.