Yehezkiel 44 23: Kesucian Kaum Imam

"Mereka harus mengajar umat-Ku membedakan antara yang kudus dan yang tidak tahir, dan mengajarkan mereka membedakan antara yang najis dan yang tahir." (Yehezkiel 44:23)

Firman Tuhan dalam Yehezkiel 44:23 memberikan mandat yang sangat penting kepada para imam di bawah Perjanjian yang baru. Ayat ini menekankan peran krusial mereka dalam mengajar umat Allah untuk membedakan antara yang kudus dan yang tidak tahir, serta antara yang najis dan yang tahir. Perintah ini bukanlah sekadar aturan ritual semata, melainkan landasan fundamental bagi kehidupan rohani dan moral umat beriman. Dalam konteks rohani, "kudus" merujuk pada sesuatu yang disucikan, dikhususkan, dan berkenan di hadapan Allah, sementara "tidak tahir" atau "najis" adalah segala sesuatu yang cemar, berdosa, atau memisahkan dari hadirat-Nya.

Tugas mengajar ini mencakup pemahaman tentang standar kesucian Allah. Para imam, sebagai perwakilan dan guru, harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang Firman Tuhan, sehingga mereka mampu menjelaskan prinsip-prinsip kebenaran-Nya dengan jelas. Mereka berperan sebagai "penjaga gerbang" pengetahuan rohani, memastikan bahwa umat tidak tersesat dalam kegelapan ketidaktahuan atau terkontaminasi oleh pengaruh dunia yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Ajaran ini mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari ibadah, persembahan, hingga perilaku sehari-hari.

Pentingnya Pembedaan dalam Kehidupan

Dalam dunia modern, tantangan untuk membedakan antara yang kudus dan yang tidak tahir semakin kompleks. Batas-batas antara kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kebohongan, seringkali dipermainkan dan dikaburkan. Teknologi, media sosial, dan berbagai pengaruh budaya dapat dengan mudah membawa kita pada kekacauan moral dan spiritual jika kita tidak berhati-hati. Oleh karena itu, ajaran yang jelas dan konsisten tentang apa yang sesuai dengan standar Allah menjadi semakin vital.

Yehezkiel 44:23 mengingatkan kita bahwa kesucian bukanlah pilihan opsional, melainkan sebuah panggilan yang harus dijalani dengan kesungguhan. Para imam, dan dalam arti luas, semua orang percaya yang dipanggil untuk melayani, memiliki tanggung jawab untuk terus menerus belajar dan mengajarkan perbedaan antara jalan Allah dan jalan dunia. Ini berarti kita harus senantiasa menguji pikiran, perkataan, dan tindakan kita terhadap Firman Tuhan. Apakah yang kita lakukan mencerminkan kekudusan-Nya? Apakah kita menjauhi segala sesuatu yang membawa kita menjauh dari hadirat-Nya?

Dengan memahami dan menginternalisasi ajaran ini, umat Allah dapat hidup dengan lebih taat, menikmati persekutuan yang lebih dalam dengan Tuhan, dan menjadi kesaksian yang terang bagi dunia. Membedakan antara yang kudus dan yang tidak tahir adalah kunci untuk pertumbuhan rohani yang sehat dan kehidupan yang memuliakan Allah. Ini adalah fondasi yang kokoh bagi setiap orang yang rindu berjalan dalam terang kebenaran-Nya.