Yehezkiel 46:15

"Demikianlah engkau harus mempersembahkan korban harian, seekor anak domba yang tidak bercela, pada pagi-pagi hari, sebagai korban bakaran."

Makna dan Implikasi dari Persembahan Harian

Ayat Yehezkiel 46:15 berbicara tentang persembahan harian yang harus dipersembahkan oleh para imam di Bait Suci pada masa depan yang dijelaskan dalam penglihatan Nabi Yehezkiel. Persembahan ini adalah seekor anak domba yang tidak bercela, yang dipersembahkan setiap pagi sebagai korban bakaran. Konsep ini bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi memiliki makna teologis yang mendalam dan relevan bagi umat beriman. Persembahan ini melambangkan ketaatan yang terus-menerus, kesempurnaan dalam pengabdian, dan pengingat akan kasih karunia Allah yang senantiasa baru setiap pagi.

Ilustrasi visual simbol persembahan harian Api Ilahi Persembahan Pagi
Visualisasi sederhana persembahan harian yang dilambangkan dengan anak domba dan api ilahi.

Kesempurnaan dan Keberlanjutan

Syarat "tidak bercela" pada anak domba menunjukkan pentingnya kesempurnaan dalam setiap aspek persembahan kepada Allah. Ini bukan hanya tentang memberikan yang terbaik, tetapi juga tentang mendekat kepada-Nya dengan hati yang murni dan tanpa cacat. Anak domba yang sehat dan sempurna melambangkan pengorbanan yang murni dan tanpa cela, sebuah gambaran awal dari pengorbanan Kristus yang sempurna di kayu salib.

Jadwal "setiap pagi" menekankan sifat keberlanjutan dan konsistensi dalam penyembahan dan ketaatan. Ini bukan persembahan sesekali, tetapi rutinitas yang harus dijalani setiap hari. Ini mengajarkan kepada kita pentingnya menjadikan iman dan hubungan kita dengan Tuhan sebagai prioritas harian, menyambut setiap hari dengan kesadaran akan kehadiran-Nya dan keinginan untuk melayani-Nya.

Relevansi Teologis

Meskipun persembahan fisik seperti yang dijelaskan dalam Yehezkiel memiliki konteks historis dan ritual tertentu, makna teologisnya tetap berlaku. Bagi umat Kristen, Yehezkiel 46:15 dapat dipahami sebagai bayangan dari kedatangan Yesus Kristus, Anak Domba Allah yang mengorbankan diri-Nya sekali untuk selamanya, menghapus kebutuhan akan persembahan hewan harian. Namun, prinsip ketaatan harian, kesempurnaan hati, dan rasa syukur yang terus-menerus tetap menjadi inti dari kehidupan rohani. Kita dipanggil untuk mempersembahkan diri kita sebagai "korban yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah" (Roma 12:1), sebuah ibadah yang terus-menerus dan sukarela.

Dengan demikian, Yehezkiel 46:15 mengingatkan kita akan janji pemeliharaan Allah yang selalu baru setiap pagi, pentingnya kesucian dalam penyembahan kita, dan panggilan untuk hidup dalam ketaatan yang berkelanjutan kepada-Nya. Persembahan harian ini adalah ekspresi iman yang hidup, sebuah pengakuan bahwa hidup kita sepenuhnya bergantung pada Allah.