"Dan Aku, dalam pandangan-Ku, akan berlaku demikian: mataku tidak akan merasa sayang, dan Aku tidak akan merasa kasihan, tetapi Aku akan membalas kelakuan mereka itu kepada kepala mereka."
Ayat Yehezkiel 9:10 menggambarkan visi profetik yang kuat tentang penghakiman ilahi yang akan menimpa Yerusalem. Dalam konteks ini, Allah memerintahkan enam orang untuk menjalankan tugas yang mengerikan: menghukum dan memusnahkan kota tersebut karena dosa-dosanya yang mendalam. Namun, di tengah kekacauan dan murka ilahi, ada sebuah detail penting yang membedakan mereka yang akan diselamatkan.
Sebelum kehancuran terjadi, seorang dari keenam orang itu, yang berpakaian linen dan membawa perlengkapan penulis, diperintahkan untuk menorehkan sebuah tanda di dahi orang-orang yang meratap dan mengeluh karena segala kekejaman yang terjadi di tengah-tengah kota. Tanda ini bukan sekadar simbol fisik, melainkan penanda kesetiaan kepada Allah di tengah-tengah kemerosotan moral dan spiritual. Orang-orang yang menerima tanda ini adalah mereka yang hatinya berduka atas dosa, yang tidak ikut serta dalam kebejatan, dan yang tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip ilahi. Mereka adalah sisa yang setia.
Bagian kedua dari ayat ini, "Dan Aku, dalam pandangan-Ku, akan berlaku demikian: mataku tidak akan merasa sayang, dan Aku tidak akan merasa kasihan, tetapi Aku akan membalas kelakuan mereka itu kepada kepala mereka," menegaskan ketegasan penghakiman Allah. Bagi mereka yang telah mengabaikan perintah-Nya, yang terus menerus berbuat jahat, dan yang tidak memiliki penyesalan, tidak akan ada belas kasihan. Allah melihat semua perbuatan mereka dan akan memberikan konsekuensi yang setimpal. Ini adalah peringatan serius bahwa dosa memiliki akibatnya, dan bahwa Allah adalah Hakim yang adil yang tidak akan membiarkan kejahatan merajalela tanpa hukuman.
Meskipun Yehezkiel 9:10 berbicara tentang konteks historis yang spesifik, pelajaran yang terkandung di dalamnya tetap relevan hingga kini. Ayat ini mengingatkan kita akan dua hal penting: pentingnya kesetiaan kepada Allah di segala situasi, dan kenyataan bahwa Allah melihat segala perbuatan kita. Di dunia yang sering kali penuh dengan godaan dan tekanan untuk berkompromi dengan nilai-nilai moral, kita dipanggil untuk menjadi "orang-orang yang meratap dan mengeluh" atas dosa di sekitar kita, bukan dengan sikap menghakimi, tetapi dengan hati yang peduli dan keinginan untuk kebenaran.
Tanda di dahi bisa diinterpretasikan secara rohani sebagai pengakuan iman kita kepada Kristus, yang melalui pengorbanan-Nya, menjadi jalan keselamatan bagi kita. Barang siapa percaya kepada-Nya, ia memiliki tanda keselamatan. Di sisi lain, ayat ini juga menjadi pengingat bahwa ada konsekuensi bagi mereka yang terus menerus menolak kasih karunia Allah dan memilih jalan dosa. Allah adalah Maha Pengasih, tetapi Dia juga Maha Adil. Visi Yehezkiel ini menyerukan kita untuk refleksi diri, memeriksa hati kita, dan memastikan bahwa kita berada di pihak yang benar di hadapan Allah. Ketaatan dan kesetiaan adalah kunci untuk menerima perlindungan ilahi di tengah-tengah dunia yang goyah.