Yehezkiel 9:9

"Mereka berkata: "Kesalahan dan kekejaman kami ada di hadapan-Mu, ya TUHAN; ya, kami memang bersalah, dan kejahatan kami tidak dapat disangkal. Lebih baiklah kami binasa di tangan-Mu daripada dijatuhkan ke dalam tangan manusia yang kejam."

Ayat Yehezkiel 9:9 menyajikan sebuah pengakuan dosa yang mendalam dan pengakuan terhadap murka Allah yang adil. Dalam konteks kitab Yehezkiel, kita melihat gambaran kehancuran Yerusalem dan bangsa Israel yang disebabkan oleh dosa-dosa mereka yang berlarut-larut. Ayat ini bukan sekadar pernyataan penyesalan, melainkan sebuah momen krusial di mana umat Allah secara jujur mengakui ketidaktaatan mereka dan memahami konsekuensi ilahi yang tak terhindarkan. Pengakuan ini muncul di tengah visi Yehezkiel yang mengerikan tentang penghakiman yang akan menimpa kota yang tercemar.

Pengakuan "Kesalahan dan kekejaman kami ada di hadapan-Mu, ya TUHAN" menunjukkan kesadaran bahwa setiap tindakan, baik itu kesalahan kecil maupun kekejaman yang lebih besar, tidak luput dari pandangan Allah. Bangsa Israel telah lama memberontak, menyembah berhala, mengabaikan hukum-hukum Allah, dan menindas sesama mereka. Mereka telah mengkhianati perjanjian mereka dengan Sang Pencipta. Pengakuan ini adalah pengakuan yang tulus, yang lahir dari kesadaran akan pelanggaran mereka yang telah mencapai puncaknya, sehingga murka Allah tidak dapat dihindari lagi.

Frasa "ya, kami memang bersalah, dan kejahatan kami tidak dapat disangkal" menegaskan ketidakmampuan mereka untuk mencari alasan atau menolak tanggung jawab atas dosa-dosa mereka. Mereka sepenuhnya menerima kebenaran tuduhan yang diarahkan kepada mereka. Dalam situasi ini, mereka tidak mencoba meminimalkan kesalahan mereka atau menyalahkan orang lain. Sebaliknya, ada penyerahan diri sepenuhnya pada keadilan Allah. Kejahatan yang mereka lakukan begitu nyata dan jelas sehingga tidak ada ruang untuk penyangkalan.

Bagian terakhir dari ayat ini, "Lebih baiklah kami binasa di tangan-Mu daripada dijatuhkan ke dalam tangan manusia yang kejam," mengungkapkan sebuah pilihan yang paradoks namun mendalam. Ketika dihadapkan pada penghakiman Allah, yang meskipun keras, mereka percaya pada keadilan dan kemurniannya, mereka justru memilihnya daripada diserahkan kepada kekejaman tangan manusia. Hal ini bisa merujuk pada penindasan dari bangsa-bangsa kafir yang akan memperlakukan mereka dengan brutal, atau kepada pelaksanaan hukuman ilahi yang pada dasarnya bertujuan untuk pemurnian, bukan sekadar pembinasaan tanpa tujuan. Ada keyakinan implisit bahwa murka Allah, meskipun menyakitkan, pada akhirnya akan membawa kebenaran dan mungkin pemulihan, sementara kekejaman manusia hanya akan membawa kehancuran lebih lanjut.

Yehezkiel 9:9 mengingatkan kita akan keseriusan dosa di mata Allah dan pentingnya pengakuan yang tulus. Meskipun penghakiman itu nyata, pengakuan seperti ini juga membuka pintu bagi harapan. Di tengah murka yang adil, Allah tetap menjadi Allah yang penuh kasih. Ayat ini, dalam konteks yang lebih luas dari kitab Yehezkiel, menunjukkan bahwa setelah penghakiman dan pemurnian, akan ada janji pemulihan dan pendirian kembali umat Allah yang setia, yang mengimani keadilan dan kemurahan-Nya.

Ilustrasi Yehezkiel 9:9 Keadilan

Representasi visual keseimbangan dan keadilan ilahi.