Ayat Yeremia 11:1 merupakan pembukaan yang signifikan dalam kitab Nabi Yeremia. Ayat ini secara gamblang menetapkan konteks spiritual dan teologis bagi seluruh pesan yang akan disampaikan oleh nabi muda tersebut kepada umat Tuhan. Kata-kata "Inilah firman yang datang dari TUHAN" menegaskan bahwa Yeremia bukanlah pembawa pesan yang datang dari inisiatifnya sendiri, melainkan seorang utusan ilahi, saluran bagi kehendak dan suara Allah. Penegasan ini sangat penting untuk membangun otoritas dan bobot dari setiap perkataan yang akan diucapkan Yeremia.
Makna Mendalam dari Perjanjian
Inti dari ayat ini terletak pada penekanan kata "perjanjian". Perjanjian antara Allah dan umat-Nya adalah fondasi hubungan mereka. Perjanjian ini bukan sekadar kesepakatan belaka, melainkan ikatan yang mengikat kedua belah pihak dengan janji dan tanggung jawab. Bagi bangsa Israel, perjanjian ini berakar pada kisah Keluaran, di mana Allah menyelamatkan mereka dari perbudakan di Mesir dan membawa mereka ke Tanah Perjanjian. Sebagai balasannya, mereka berjanji untuk setia kepada Allah dan menaati hukum-hukum-Nya.
Namun, sejarah bangsa Israel sering kali diwarnai dengan ketidaksetiaan dan pelanggaran perjanjian. Sejarah membuktikan bahwa mereka berulang kali berpaling kepada ilah-ilah lain, mengabaikan perintah Allah, dan hidup dalam ketidakadilan. Yeremia, dihadapkan pada realitas ini, diperintahkan untuk "memperhatikan" dan "mendengarkan" perkataan-perkataan perjanjian tersebut. Ini bukan hanya soal mendengar secara fisik, tetapi lebih kepada penyerapan makna, perenungan mendalam, dan kesadaran akan konsekuensi dari tindakan mereka.
Tugas Pemberitaan Yeremia
Perintah selanjutnya, "sampaikanlah perkataan-perkataan ini kepada orang Yehuda dan kepada penduduk Yerusalem," menyoroti tugas berat yang diemban oleh Yeremia. Ia harus menjadi corong Allah, menyampaikan kebenaran yang mungkin tidak menyenangkan, peringatan akan penghukuman yang akan datang, serta panggilan untuk bertobat dan kembali kepada Allah. Mengkhotbahi bangsanya sendiri, yang sering kali keras kepala dan sulit didengar, bukanlah tugas yang mudah. Ia harus berhadapan dengan penolakan, ejekan, bahkan penganiayaan.
Pesan yang dibawa Yeremia sering kali membawa berita buruk: penghukuman ilahi karena dosa-dosa mereka, penawanan oleh bangsa asing, dan kehancuran Yerusalem. Namun, di balik peringatan tersebut, selalu terselip harapan. Harapan akan pemulihan, harapan akan perjanjian baru, dan harapan akan berkat Allah bagi mereka yang setia. Yeremia 11:1 berfungsi sebagai pengantar bagi seluruh nubuat dan teguran yang akan dia sampaikan, mengingatkan umat untuk menghadapi kenyataan hubungan mereka dengan Allah dan konsekuensinya.
Relevansi di Masa Kini
Meskipun ditulis berabad-abad yang lalu, pesan dalam Yeremia 11:1 tetap relevan hingga kini. Prinsip-prinsip tentang perjanjian, kesetiaan, dan konsekuensi dari pilihan moral tetap berlaku. Kita sebagai individu dan sebagai komunitas diajak untuk merenungkan hubungan kita dengan Allah. Apakah kita benar-benar mendengarkan dan memperhatikan firman-Nya? Apakah kita hidup sesuai dengan prinsip-prinsip perjanjian yang telah ditetapkan, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru melalui Yesus Kristus?
Pemberitaan Firman Allah, seperti yang dilakukan Yeremia, terus menjadi kebutuhan di dunia modern. Ada banyak suara yang bersaing untuk mendapatkan perhatian kita, namun suara Allah melalui Firman-Nya tetap menjadi yang paling otentik dan paling penting. Seperti Yeremia, kita dipanggil untuk mendengarkan, merenungkan, dan, dalam cara kita masing-masing, menyampaikan kebenaran yang mencerahkan dan membebaskan.