"Bahkan kijang betina di padang melahirkan anak tanpa terkejut, tetapi ternak itu ditinggalkan karena tidak ada rumput."
Ayat Yeremia 14:5 melukiskan gambaran yang sangat suram dan menyentuh tentang dampak mengerikan dari kekeringan yang parah. Dalam terjemahan ini, kita disajikan dengan dua kondisi yang kontras namun sama-sama memilukan: hewan liar yang seharusnya berjuang keras untuk bertahan hidup di alam liar, justru menunjukkan ketenangan yang aneh saat melahirkan, sementara hewan ternak yang bergantung pada manusia dan sumber daya yang stabil, justru ditinggalkan dalam keputusasaan karena ketiadaan rumput.
Kekeringan bukanlah sekadar absennya hujan. Ia adalah bencana multi-dimensi yang merusak ekosistem dan kehidupan. Ketika tanah mengering, vegetasi layu dan mati. Ini berarti sumber makanan bagi hewan herbivora menghilang. Kijang betina, yang biasanya akan mengalami stres saat melahirkan di tengah kondisi sulit, kini seolah pasrah. Ketenangan mereka bukanlah tanda kelegaan, melainkan manifestasi dari ketidakmampuan untuk bereaksi lebih jauh karena kondisi fisik dan lingkungan yang ekstrem. Mereka mungkin telah kehilangan energi dan harapan untuk berjuang, sehingga proses melahirkan pun dijalani dalam keheningan penderitaan.
Di sisi lain, hewan ternak, yang secara historis menjadi simbol kemakmuran dan sumber daya bagi manusia, kini berada dalam kondisi yang lebih tragis. Mereka telah kehilangan sumber daya utama mereka: rumput. Ketiadaan rumput berarti kelaparan yang pasti. Kata "ditinggalkan" menunjukkan bahwa mereka mungkin telah ditinggalkan oleh pemiliknya karena tidak mampu lagi menopang mereka, atau mereka sendiri yang tidak mampu bergerak mencari sisa makanan. Ini adalah gambaran penderitaan yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan yang berdampak langsung pada kehidupan yang bergantung pada sumber daya alam.
Dalam konteks kitab Yeremia, ayat ini sering kali diinterpretasikan bukan hanya sebagai deskripsi literal tentang kekeringan alam, tetapi juga sebagai gambaran penderitaan spiritual dan nasional bangsa Israel yang disebabkan oleh dosa-dosa mereka. Kekeringan dapat melambangkan kekeringan rohani, ketidakmampuan untuk menerima berkat dan rahmat Tuhan karena ketidaktaatan. Keadaan yang digambarkan dalam ayat ini bisa menjadi metafora bagi bangsa yang terasing dari sumber kehidupan spiritual mereka, menyebabkan penderitaan mendalam pada semua lapisan masyarakat, termasuk yang paling rentan.
Kisah ini mengingatkan kita betapa rapuhnya keseimbangan alam dan betapa pentingnya menjaga hubungan yang baik dengan Tuhan dan lingkungan. Ketika sumber daya dasar seperti air dan makanan langka, dampaknya akan sangat luas dan menghancurkan, memengaruhi semua makhluk hidup, dari yang liar hingga yang domestik, dan pada akhirnya, mencerminkan keadaan spiritual suatu bangsa. Ayat ini adalah seruan untuk refleksi mendalam mengenai penyebab penderitaan dan pentingnya pemulihan, baik secara fisik maupun spiritual.