"Beginilah firman TUHAN: Jagalah dirimu, janganlah memikul barang apa pun pada hari Sabat dan janganlah membawanya melalui pintu-pintu gerbang Yerusalem."
Ayat Yeremia 17:21 memberikan sebuah perintah yang sangat spesifik dan penting dari Allah mengenai bagaimana umat-Nya harus memperlakukan hari Sabat. Perintah ini bukan sekadar anjuran, melainkan sebuah peringatan keras yang disampaikan melalui Nabi Yeremia kepada bangsa Israel di masa lalu, namun maknanya tetap relevan hingga kini bagi mereka yang memelihara prinsip-prinsip ilahi. Inti dari peringatan ini adalah larangan untuk memikul barang apa pun dan membawanya melalui gerbang kota pada hari Sabat. Ini menunjukkan keseriusan Allah dalam menetapkan hari istirahat kudus-Nya.
Hari Sabat, yang ditetapkan sejak penciptaan, adalah hari yang dikuduskan oleh Allah, hari untuk berhenti dari pekerjaan duniawi dan menguduskan diri kepada-Nya. Dalam konteks zaman itu, memikul barang dan berdagang adalah aktivitas ekonomi yang sangat umum dilakukan. Dengan melarang aktivitas semacam itu pada hari Sabat, Allah ingin mengajar umat-Nya untuk membedakan antara hari kerja dan hari istirahat, antara urusan duniawi dan ibadah kepada Sang Pencipta. Larangan ini bertujuan untuk menjaga kekudusan hari Sabat, mencegahnya dari sekadar menjadi hari libur biasa yang diisi dengan kesibukan duniawi.
Peringatan yang disampaikan Yeremia sangat gamblang: "Jagalah dirimu, janganlah memikul barang apa pun pada hari Sabat dan janganlah membawanya melalui pintu-pintu gerbang Yerusalem." Kata "jagalah dirimu" menekankan pentingnya kesadaran pribadi dan tanggung jawab individu dalam memelihara perintah ini. Ini bukan tentang patuh secara lahiriah saja, tetapi juga tentang pemahaman rohani di baliknya. Membawa barang melalui gerbang kota menunjukkan kegiatan yang bersifat komersial atau pekerjaan yang melanggar kekudusan hari istirahat. Umat Allah dipanggil untuk memprioritaskan waktu mereka untuk beristirahat, merenung, beribadah, dan memperkuat hubungan mereka dengan Allah dan sesama, bukan untuk mengejar keuntungan materi atau menyelesaikan tugas-tugas duniawi.
Pelanggaran terhadap hari Sabat pada masa Yeremia sering kali merupakan indikasi dari kesalehan yang dangkal dan kecenderungan untuk kembali kepada praktik-praktik penyembahan berhala dan gaya hidup yang tidak berkenan di hadapan Allah. Dengan kata lain, memuliakan hari Sabat adalah cerminan dari kemurnian hati dan kesetiaan kepada Tuhan. Sebaliknya, mengabaikan atau melanggar hari Sabat menunjukkan bahwa hal-hal duniawi lebih diutamakan daripada hubungan dengan Sang Pencipta. Perintah ini berfungsi sebagai ujian kesetiaan dan pengabdian umat Israel kepada Allah mereka.
Bagi umat Kristen modern yang memahami pentingnya hari Sabat sebagai bagian dari hukum moral Allah, ayat Yeremia 17:21 tetap menjadi pedoman penting. Meskipun bentuk pelaksanaannya mungkin berbeda tergantung pada pemahaman teologis masing-masing, prinsip dasar untuk menguduskan satu hari dalam seminggu untuk Tuhan, berhenti dari pekerjaan rutin, dan memfokuskan diri pada hal-hal rohani adalah inti yang tidak boleh dilupakan. Ini adalah kesempatan untuk menyegarkan diri secara fisik, mental, dan spiritual, serta untuk memperkuat iman kita.
Dengan demikian, peringatan dalam Yeremia 17:21 mengingatkan kita untuk senantiasa waspada dan sadar dalam memperlakukan hari Sabat. Ini adalah hari yang diberikan sebagai berkat, sebuah karunia dari Allah untuk membebaskan kita dari beban pekerjaan duniawi, agar kita dapat menikmati hadirat-Nya dan bertumbuh dalam pengenalan akan Dia. Memelihara hari Sabat dengan sungguh-sungguh adalah tanda penghormatan kita kepada Allah dan kesediaan kita untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya.