Kitab Yeremia adalah salah satu kitab kenabian dalam Perjanjian Lama yang sarat dengan peringatan dan nubuat mengenai penghukuman ilahi atas bangsa Israel karena ketidaksetiaan mereka kepada Tuhan. Ayat Yeremia 19:14 merupakan bagian dari narasi yang menggambarkan tindakan dramatis dan mengerikan yang dilakukan oleh nabi Yeremia atas perintah Tuhan. Peristiwa ini terjadi setelah Tuhan memerintahkan Yeremia untuk pergi ke Gerbang Tofet, sebuah tempat yang diidentikkan dengan praktik penyembahan berhala yang keji, termasuk pengorbanan anak-anak. Di sana, Tuhan memerintahkan Yeremia untuk menghancurkan sebuah buyung tanah liat, sebuah simbol dari kehancuran total yang akan menimpa Yehuda dan Yerusalem.
Setelah melaksanakan perintah yang sangat menyedihkan itu, Yeremia kemudian kembali ke pelataran Bait Suci Tuhan. Di tempat yang seharusnya menjadi pusat ibadah dan kesucian, Yeremia menyampaikan pesan peringatan yang tegas. Ayat 14 secara spesifik mencatat momen penting ini: "Kemudian dari pada itu ia pulang dari Tofet, tempat ia menyuruh membakari orang di dalam kota itu, lalu ia berdiri di pelataran rumah TUHAN dan berkata:". Frasa "tempat ia menyuruh membakari orang di dalam kota itu" merujuk pada tindakan simbolis yang dilakukannya di Tofet, di mana penghancuran buyung tanah liat di hadapan orang-orang yang berkumpul melambangkan kehancuran yang akan datang, seolah-olah Tuhan sendiri yang menghancurkan mereka, sebagaimana perumpamaan perbuatan membakar yang identik dengan penghukuman keji.
Simbol buyung tanah liat yang pecah melambangkan kehancuran.
Pesan di Tofet dan kemudian di pelataran Bait Suci bukanlah sekadar retorika. Ini adalah peringatan serius dari Tuhan kepada umat-Nya. Yeremia mengingatkan mereka bahwa kesetiaan kepada Tuhan adalah satu-satunya jalan untuk menghindari murka-Nya. Tindakan Yeremia di Tofet, sebuah tempat yang dikaitkan dengan praktik penyembahan berhala yang menjijikkan di mata Tuhan, termasuk mengorbankan anak-anak kepada dewa Molokh, menjadi simbol kuat dari kebobrokan moral dan rohani yang telah merasuki bangsa itu. Tuhan sangat murka terhadap dosa-dosa tersebut, dan kehancuran total, seperti buyung tanah liat yang pecah, akan menjadi konsekuensinya.
Makna dan Konteks
Yeremia 19:14 menempatkan kita pada inti dari pelayanan Yeremia. Ia dipanggil untuk menjadi suara Tuhan di tengah-tengah bangsa yang semakin menjauh dari jalan Tuhan. Peringatan Tuhan, yang disampaikan melalui Yeremia, tidak bersifat personal, melainkan mencerminkan keadilan ilahi terhadap dosa. Tofet bukan hanya sebuah lokasi geografis, tetapi juga simbol dari penyembahan berhala dan kekejaman yang dilakukan atas nama agama. Pergi dari Tofet ke Bait Suci menunjukkan kontras tajam: dari tempat kekejaman ke tempat ibadah yang seharusnya suci, namun di mana umat Tuhan pun telah jatuh ke dalam dosa yang sama atau membiarkannya terjadi.
Pesan yang disampaikan Yeremia di pelataran Bait Suci sangatlah penting. Itu adalah kesempatan terakhir bagi umat Tuhan untuk mendengar dan bertobat. Namun, sejarah mencatat bahwa peringatan-peringatan ini seringkali ditolak. Ayat ini menjadi pengingat bahwa bahkan di tempat-tempat yang dianggap suci, jika hati manusia telah berpaling dari Tuhan, maka kehancuran bisa terjadi. Yeremia, dengan rasa sakit yang mendalam, harus menjadi agen penghukuman Tuhan, sebuah tugas yang berat namun harus dijalankan demi keadilan dan kesetiaan Tuhan pada perjanjian-Nya. Kisah ini menegaskan pentingnya kesetiaan yang murni kepada Tuhan dan bahaya yang mengintai ketika kesetiaan itu terkikis oleh kesesatan dan penyembahan berhala, baik yang terang-terangan maupun yang terselubung dalam hati.