Ayat Yeremia 28:10 menyajikan sebuah momen dramatis yang melibatkan dua nabi berbeda dengan pesan yang kontras. Di satu sisi, kita memiliki Nabi Yeremia, yang telah lama diutus oleh Tuhan untuk menyampaikan pesan peringatan dan penghukuman kepada bangsa Israel yang memberontak. Di sisi lain, muncul Nabi Hananya, yang datang dengan pesan yang jauh lebih menyenangkan dan optimis, menentang apa yang dinyatakan oleh Yeremia. Peristiwa ini bukan sekadar pertikaian pribadi antar nabi, melainkan representasi pergumulan yang lebih dalam antara kebenaran ilahi yang seringkali sulit dan menyakitkan, dengan godaan pesan-pesan palsu yang lebih mudah diterima dan menggembirakan.
Konteks historisnya sangat penting. Bangsa Israel sedang berada di bawah ancaman dan kendali Kekaisaran Babel di bawah pemerintahan Raja Nebukadnezar. Yeremia, atas perintah Tuhan, telah memperingatkan mereka bahwa mereka akan dibawa ke pembuangan di Babel, dan bahwa mereka harus tunduk pada kekuasaan Babel untuk keselamatan mereka. Pesan ini tentu saja tidak populer dan seringkali dianggap sebagai pengkhianatan oleh banyak orang, terutama oleh para pemimpin dan nabi-nabi palsu yang lebih memilih untuk menyenangkan massa dengan harapan kosong.
Nabi Hananya, dalam adegan ini, secara fisik mendemonstrasikan penolakannya terhadap pesan Yeremia. Ia mengambil gandar—simbol perbudakan dan penindasan dari Babel—yang dikenakan Yeremia sebagai tanda dari Tuhan, dan mematahkannya. Tindakan simbolis ini bertujuan untuk meyakinkan orang banyak bahwa perbudakan mereka akan segera berakhir. Hananya dengan lantang menyatakan bahwa Tuhan akan membebaskan mereka dari kuk raja Babel dalam waktu dua bulan. Pesannya terdengar sangat menggembirakan dan memberikan harapan instan bagi orang-orang yang lelah dengan tekanan dan ketidakpastian.
Namun, penting untuk diingat bahwa Hananya berbicara dari inisiatifnya sendiri, bukan dari apa yang Tuhan perintahkan. Yeremia 28:15 menegaskan ini dengan tegas: "Sebab itu beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku akan membuang engkau dari muka bumi ini; tahun ini juga engkau akan mati, sebab engkau mengajarkan pemberontakan terhadap TUHAN." Pesan Hananya yang indah di hadapan orang banyak hanyalah kesombongan rohani dan kebohongan yang berujung pada kematiannya sendiri, sebagaimana nubuat Yeremia tergenapi.
Pelajaran dari Yeremia 28:10 sangat relevan bagi kita saat ini. Kita hidup di zaman di mana informasi tersebar luas, dan tidak semuanya berasal dari sumber yang dapat dipercaya. Demikian pula dalam hal rohani, selalu ada suara-suara yang menawarkan "kebenaran" yang mudah, yang tidak menuntut perubahan hati atau pertobatan yang tulus. Pesan-pesan yang mengabaikan aspek keadilan, kekudusan, dan ketaatan kepada firman Tuhan seringkali lebih menarik perhatian daripada ajaran yang menantang kita untuk hidup sesuai dengan standar-Nya yang tinggi.
Kita dipanggil untuk menjadi seperti Yeremia, yang berani menyampaikan kebenaran Tuhan meskipun itu sulit dan tidak populer. Ini membutuhkan hikmat untuk membedakan antara suara Tuhan yang sejati dan suara-suara lain yang menipu. Kita harus menguji setiap ajaran dan pesan terhadap firman Tuhan yang tertulis. Apakah pesan itu membawa kita lebih dekat kepada Tuhan? Apakah itu mendorong kita untuk bertumbuh dalam kekudusan dan kasih? Atau apakah itu hanya menawarkan kenyamanan sementara tanpa membawa perubahan yang mendalam?
Peristiwa Yeremia 28:10 menjadi pengingat abadi bahwakebenaran ilahi, meskipun terkadang memberatkan, adalah satu-satunya jalan menuju keselamatan sejati. Kita harus hati-hati terhadap pesan-pesan yang terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, terutama jika pesan itu mengabaikan tuntutan-tuntutan firman Tuhan. Biarlah kita mencari hikmat dari Tuhan untuk selalu setia pada kebenaran-Nya, bahkan ketika itu menjadi suara yang minoritas.