"Dan Ebed-Melekh berkata kepada Ebed-Melekh, orang Etiopia itu: 'Ambillah orang-orang ini dari bawah sini, dan tuntunlah mereka keluar dari rumah gudang itu.'"
Kisah yang tercatat dalam Kitab Yeremia, khususnya pada pasal 38 ayat 12, mengisahkan sebuah momen krusial di tengah tragedi dan penindasan. Yeremia, seorang nabi yang setia menyampaikan firman Tuhan, dibuang ke dalam sebuah sumur berlumpur oleh para pejabat Yehuda yang tidak menyukai pesannya. Dalam kondisi yang sangat mengerikan, hampir tanpa harapan, muncul secercah keberanian dari seorang tokoh yang tidak terduga, yaitu Ebed-Melekh.
Ayat ini menjadi inti dari tindakan penyelamatan yang dilakukan oleh Ebed-Melekh. Ia, seorang sida-sida kerajaan atau pejabat istana yang kemungkinan besar memiliki kedudukan penting, mendengar bagaimana Yeremia dibuang ke dalam sumur. Berbeda dengan para pejabat lain yang cenderung acuh tak acuh atau bahkan memusuhi Yeremia, Ebed-Melekh menunjukkan kepedulian dan keberanian luar biasa. Ia tidak ragu untuk mengambil tindakan, bahkan ketika hal itu berpotensi menempatkannya dalam risiko.
Dalam budaya saat itu, mengeksekusi seseorang dengan cara membuangnya ke sumur berlumpur adalah hukuman yang brutal dan kejam. Yeremia dibiarkan tenggelam dalam lumpur, menunggu kematian yang lambat dan menyakitkan. Namun, suara Ebed-Melekh terdengar, memerintahkan agar Yeremia diselamatkan. Ini bukan sekadar perintah biasa, melainkan sebuah deklarasi keberanian moral.
Keberanian Ebed-Melekh tidak hanya bersifat fisik dalam mengambil tindakan, tetapi juga moral. Ia berani bertentangan dengan keputusan pejabat lain yang memerintahkan pembuangan Yeremia. Ia bahkan pergi menghadap Raja Zedekia untuk memohon agar Yeremia dikeluarkan, menunjukkan bahwa ia siap untuk beradu argumen dan menghadapi konsekuensi demi kebenaran.
Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya belas kasih dan keberanian dalam menghadapi ketidakadilan. Ebed-Melekh, meskipun bukan nabi atau pemimpin rohani, bertindak sesuai dengan suara hati nuraninya dan memegang teguh nilai-nilai kemanusiaan. Tindakannya menjadi pengingat bahwa setiap individu memiliki peran, sekecil apapun, dalam memperjuangkan kebaikan dan menolong sesama yang tertindas.
Lebih dari sekadar peristiwa historis, Yeremia 38:12 adalah pelajaran abadi tentang iman, keberanian, dan kemanusiaan. Ini menunjukkan bahwa bahkan di saat-saat tergelap, ketika keputusasaan terasa melanda, tindakan satu orang yang berani dapat membuat perbedaan yang signifikan. Ebed-Melekh menjadi simbol harapan, membuktikan bahwa keberanian untuk melakukan hal yang benar, meskipun sulit, akan selalu memiliki nilai dan dampak yang besar.