Firman Tuhan dalam Yeremia 42:20 ini merupakan sebuah refleksi mendalam mengenai kesalahpahaman dan penipuan diri yang dilakukan oleh sekelompok orang Israel yang tersisa di Mizpa. Mereka telah mengalami kehancuran Yehuda dan melarikan diri ke Mesir, membawa nabi Yeremia bersama mereka. Dalam ketakutan dan ketidakpastian, mereka meminta Yeremia untuk menanyakan kehendak Tuhan kepada mereka. Namun, ada sesuatu yang janggal dalam permintaan mereka.
Ayat ini menyoroti inti permasalahan: "Sebab kamu telah menipu diri sendiri dengan mengirim kami kepada TUHAN, Allah kita, dengan berkata: Mintalah kepada TUHAN, Allah kita, dan apa pun yang dinyatakan TUHAN, Allah kita, sampaikanlah kepada kami, dan kami akan melakukan." Frasa "menipu diri sendiri" sangat krusial di sini. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki niat tulus untuk mematuhi apa pun yang Tuhan firmankan. Mereka meminta untuk mendengar, tetapi pada saat yang sama, hati mereka sudah tertutup bagi kebenaran yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan mereka. Mereka ingin mendengar kata-kata yang menenangkan, yang akan mengarah pada keputusan yang mereka inginkan, bukan kata-kata yang mungkin mengharuskan mereka untuk kembali ke Yerusalem dan menghadapi konsekuensi dari ketidaktaatan mereka sebelumnya.
Permintaan mereka yang terdengar saleh, "Mintalah kepada TUHAN, Allah kita, dan apa pun yang dinyatakan TUHAN, Allah kita, sampaikanlah kepada kami, dan kami akan melakukan," sebenarnya adalah jebakan yang mereka buat sendiri. Ini adalah bentuk dari spiritualitas yang dangkal, di mana ibadah dan doa hanya menjadi ritual tanpa komitmen hati yang mendalam. Mereka berharap Tuhan akan berbicara sesuai keinginan mereka, memberikan legitimasi ilahi pada rencana mereka, yaitu tetap tinggal di Mesir. Ini adalah ujian bagi iman mereka: apakah mereka benar-benar mencari kehendak Tuhan atau hanya mencari persetujuan Tuhan atas keinginan mereka sendiri.
Kisah selanjutnya dalam pasal ini mengungkapkan kenyataan pahitnya. Tuhan, melalui Yeremia, memberikan jawaban yang jujur dan tegas. Tuhan berfirman bahwa jika mereka tetap tinggal di Mesir, bencana akan datang menimpa mereka. Namun, jika mereka mau bertobat dan kembali ke Yehuda, Tuhan akan membangun mereka dan tidak akan mencabut mereka. Sayangnya, orang-orang Israel tersebut memilih untuk tidak mendengarkan kebenaran yang disampaikan Yeremia, bahkan mereka menyalahkan Yeremia dan Barukh karena membawa firman Tuhan yang tidak mereka sukai. Mereka berdalih bahwa Yeremia telah menipu mereka dan kemudian melanjutkan perjalanan mereka ke Mesir, membawa serta Yeremia secara paksa.
Yeremia 42:20 mengajarkan kita tentang pentingnya kemurnian motivasi dalam berhubungan dengan Tuhan. Kita harus bertanya pada diri sendiri: apakah kita benar-benar mencari kehendak-Nya, atau kita hanya mencari justifikasi untuk apa yang sudah kita putuskan? Apakah kita siap untuk mendengar dan melakukan apa pun yang Dia firmankan, meskipun itu sulit, atau kita hanya ingin mendengar kata-kata yang menghibur dan sesuai dengan selera kita? Tuhan melihat hati. Ketaatan yang sejati berasal dari hati yang rendah hati dan bersedia tunduk pada kedaulatan-Nya. Jangan sampai kita, seperti mereka, "menipu diri sendiri" dengan ritual keagamaan yang kosong, melainkan carilah kehendak-Nya dengan segenap hati dan lakukanlah.