Kitab Yeremia, sebagai salah satu nabi besar dalam Perjanjian Lama, seringkali menyampaikan pesan-pesan kenabian yang keras mengenai penghukuman Allah terhadap bangsa-bangsa yang berdosa, termasuk bangsa Israel sendiri. Namun, dalam banyak bagian, Yeremia juga berbicara tentang hukuman yang akan menimpa bangsa-bangsa di sekitar Israel, yang seringkali menindas atau menentang kehendak ilahi. Salah satu nubuat penting tersebut tertulis dalam pasal 48, yang secara khusus menyoroti kejatuhan Moab.
Ayat 42 dari pasal 48 Yeremia memberikan ringkasan yang tajam mengenai alasan di balik kehancuran Moab: "Hendaklah bangsa itu lenyap dari pada bangsa-bangsa, karena ia membesarkan diri terhadap TUHAN." Frasa "membesarkan diri" atau "sombong" menjadi kunci untuk memahami dosa besar Moab. Mereka tidak hanya bangga akan kekuatan, kekayaan, atau keberadaan mereka sebagai sebuah bangsa, tetapi kesombongan itu diarahkan secara langsung menentang otoritas dan kedaulatan Allah sendiri.
Bangsa Moab, yang memiliki sejarah panjang berinteraksi dengan Israel, seringkali menunjukkan sikap permusuhan dan keangkuhan. Mereka menikmati posisi geografis yang strategis di sebelah timur Sungai Yordan dan seringkali menjadi ancaman bagi kerajaan Israel dan Yehuda. Namun, di balik segala keangkuhan mereka, tersembunyi penolakan terhadap Allah yang seharusnya mereka akui sebagai Pencipta dan Penguasa segala sesuatu. Kesombongan yang mereka tunjukkan adalah ekspresi dari ketidakpercayaan dan pemberontakan spiritual.
Nubuat ini bukan sekadar penghakiman atas masa lalu, tetapi juga berfungsi sebagai peringatan universal. Sejarah manusia penuh dengan bangsa-bangsa dan individu yang jatuh karena kesombongan. Ketika seseorang atau sebuah bangsa merasa diri lebih besar dari Allah, atau mengabaikan hukum-hukum ilahi demi kepentingan diri sendiri, mereka sedang menabur benih kehancuran. Kejatuhan Moab adalah bukti nyata bahwa kesombongan yang menentang Tuhan tidak akan luput dari konsekuensi.
Pesan Yeremia 48:42 mengingatkan kita akan pentingnya kerendahan hati di hadapan Allah. Mengakui kebesaran-Nya, tunduk pada kehendak-Nya, dan tidak meninggikan diri di atas ciptaan-Nya adalah fondasi dari kehidupan yang benar. Ketika kita melihat bangsa-bangsa dan peradaban yang pernah berjaya namun kini tinggal sejarah, kita bisa menarik pelajaran berharga. Kehancuran yang menimpa Moab adalah sebuah pengingat yang gamblang tentang konsekuensi dari kesombongan yang tidak terkendali, sebuah kesombongan yang akhirnya membawa mereka "lenyap dari pada bangsa-bangsa" sebagai entitas yang bermakna di mata ilahi.
Kisah kejatuhan Moab mengajarkan bahwa kekuatan militer, kekayaan materi, atau kejayaan duniawi tidak dapat melindungi siapa pun dari murka Allah jika didasari oleh kesombongan yang menentang-Nya. Sebaliknya, kerendahan hati, pengakuan akan Tuhan, dan kepatuhan adalah jalan menuju keberlangsungan dan berkat yang sejati. Ayat ini menjadi mercusuar moral yang terus bersinar, mengajak setiap generasi untuk merenungkan dampaknya dalam kehidupan pribadi dan komunal.