Ayat Yeremia 49:7 merupakan bagian dari nubuat yang lebih besar tentang penghakiman Allah terhadap bangsa-bangsa di sekitarnya, khususnya bangsa Edom. Ayat ini memulai rangkaian peringatan keras yang ditujukan kepada mereka, menyoroti hilangnya hikmat dan akal sehat dari para pemimpin dan orang bijaksana mereka. Dalam konteks sejarah, Edom adalah keturunan Esau, saudara Yakub, dan hubungan mereka dengan Israel seringkali dipenuhi ketegangan dan permusuhan. Bangsa ini dikenal dengan kekayaan mereka, terutama melalui perdagangan dan sumber daya alam di wilayah pegunungan mereka. Namun, kekayaan dan kekuatan mereka tampaknya telah membutakan mereka dari kebenaran dan hikmat ilahi.
Pertanyaan retoris yang diajukan dalam ayat ini – "Tidak adakah lagi hikmat di Tema? Hilanglah akal sehat pada orang yang bijaksana? Lenyaplah hikmat mereka?" – bukan sekadar pertanyaan biasa. Ini adalah tuduhan yang mendalam terhadap kondisi spiritual dan intelektual bangsa Edom. Tema, sebagai salah satu kota penting di wilayah Edom, disebutkan sebagai pusat di mana hikmat seharusnya berada. Namun, nabi Yeremia menyatakan bahwa hikmat tersebut telah lenyap, digantikan oleh kebodohan dan kesombongan. Ini menunjukkan bahwa kemampuan manusia untuk berpikir jernih dan mengambil keputusan yang bijaksana, ketika terlepas dari tuntunan Allah, akan mengarah pada kehancuran.
Kehilangan hikmat ini seringkali berkaitan dengan kesombongan diri dan penolakan terhadap peringatan Allah. Bangsa Edom, karena kebanggaan atas kekayaan dan kekuatan militer mereka, mungkin merasa kebal terhadap ancaman dari luar maupun teguran dari para nabi. Mereka mungkin mengandalkan strategi duniawi dan kecerdasan manusia semata, tanpa mengakui kedaulatan Allah yang sesungguhnya. Yeremia mengingatkan bahwa segala hikmat dan kekuatan yang tidak bersumber dari Tuhan pada akhirnya akan sirna. Ketika hikmat ilahi ditolak, maka hikmat manusiawi akan menjadi sia-sia dan bahkan menyesatkan.
Ayat ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya memiliki hikmat yang berasal dari Tuhan. Hikmat sejati bukanlah sekadar kepintaran atau pengetahuan duniawi, melainkan pemahaman yang mendalam tentang kehendak Allah dan kemampuan untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip-Nya. Orang yang bijaksana menurut standar ilahi adalah mereka yang takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Sebaliknya, kebanggaan dan kesombongan akan membutakan mata hati, membuat seseorang tidak dapat melihat kebenaran dan konsekuensi dari tindakan mereka.
Nubuat terhadap Edom dalam Yeremia pasal 49 berlanjut dengan gambaran kehancuran yang akan menimpa mereka. Peringatan mengenai hilangnya hikmat ini menjadi fondasi dari kehancuran yang akan datang. Ketika suatu bangsa atau individu kehilangan pegangan pada kebenaran dan hikmat ilahi, mereka rentan terhadap berbagai malapetaka, baik yang berasal dari dalam maupun luar. Ayat ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk senantiasa mencari hikmat dari Tuhan, memohon pencerahan agar dapat hidup dengan bijaksana dan tidak tersesat dalam kesombongan duniawi. Kita diajak untuk merenungkan apakah hikmat dan akal sehat kita masih terhubung dengan sumber segala hikmat, yaitu Allah.
Untuk pendalaman lebih lanjut, Anda dapat membaca keseluruhan pasal Yeremia 49 untuk memahami konteks yang lebih luas dari nubuat ini.