Yesaya 19:11

"Sungguh, para pembesar Tanis telah menjadi orang bodoh, para penasihat Firaun yang bijaksana telah menjadi dungu. Betapa kamu berkata kepada Firaun: 'Aku ini anak orang berhikmat, anak raja-raja purba'?"

Kebijaksanaan yang Merosot (Metafora Yesaya 19:11)

Analisis Yesaya 19:11: Ketika Kebijaksanaan Lenyap

Ayat ini, Yesaya 19:11, merupakan bagian dari nubuat besar terhadap Mesir yang terdapat dalam kitab Yesaya. Di tengah ramalan tentang kekacauan dan perubahan yang akan menimpa tanah Mesir, ayat ini menyoroti aspek yang lebih halus namun mendalam: hilangnya kebijaksanaan. Mesir, pada masanya, dikenal sebagai pusat pengetahuan, seni, dan pemerintahan yang canggih. Mereka memiliki para penasihat yang dihormati, para "pembesar" yang memegang kendali, dan Firaun yang sering kali mengklaim warisan kebijaksanaan dari generasi pendahulunya.

Namun, nubuat ini secara tegas menyatakan bahwa kebijaksanaan yang diagung-agungkan itu telah lenyap. Frasa "telah menjadi orang bodoh" dan "telah menjadi dungu" bukanlah sekadar kritik biasa, melainkan sebuah deklarasi kehancuran fundamental. Ini mengindikasikan bahwa bukan hanya keputusan politik atau militer yang akan menjadi buruk, tetapi inti dari kemampuan mereka untuk berpikir jernih, membuat rencana yang bijaksana, dan memimpin dengan efektif telah terkikis. Orang-orang yang seharusnya menjadi tiang kebijaksanaan kini justru menjadi sumber kebodohan.

Ayat ini juga menyoroti kesombongan yang seringkali menyertai kekuasaan dan pengetahuan yang dianggap tetap. Pertanyaan retoris "Betapa kamu berkata kepada Firaun: 'Aku ini anak orang berhikmat, anak raja-raja purba'?" menyiratkan bahwa ada kebanggaan diri yang berlebihan, sebuah klaim akan keunggulan yang terus-menerus dipegang teguh, bahkan ketika bukti sebaliknya sudah sangat jelas. Dalam menghadapi bencana yang akan datang, mereka masih berpegang pada identitas lama mereka sebagai pewaris kebijaksanaan, sebuah identitas yang tidak lagi sesuai dengan realitas mereka.

Dampak dari hilangnya kebijaksanaan ini sangat luas. Keputusan-keputusan yang diambil akan menjadi kacau, strategi akan gagal, dan negara akan semakin rentan terhadap ancaman eksternal dan internal. Ini adalah pengingat bahwa kebijaksanaan bukanlah warisan yang bisa dipegang hanya karena nama leluhur, melainkan sesuatu yang harus terus dijaga, diperbarui, dan dipraktikkan. Ketika kebijaksanaan luntur, fondasi yang kokoh bagi sebuah bangsa pun akan ikut runtuh.

Relevansi ayat ini melampaui konteks sejarah Mesir kuno. Di setiap zaman, hilangnya kemampuan untuk berpikir jernih, membuat keputusan yang berdasar, dan menolak kesombongan intelektual dapat membawa konsekuensi yang merusak bagi individu, organisasi, bahkan masyarakat secara keseluruhan. Ayat Yesaya 19:11 mengingatkan kita akan pentingnya kerendahan hati dalam mencari dan menerapkan hikmat, serta bahaya dari mengandalkan kejayaan masa lalu tanpa melihat realitas masa kini. Kebijaksanaan yang sesungguhnya tidak hanya terletak pada pengetahuan, tetapi pada kemampuan untuk menggunakannya dengan baik, di bawah bimbingan yang benar.