Yesaya 22:21 - Simbol Ketaatan dan Otoritas

"Aku akan mengenakan baju jubahnya, dan mengikatkan ikat pinggangnya untuknya; Aku akan menyerahkan kekuasaannya ke tangannya, dan dia akan menjadi bapa bagi penduduk Yerusalem dan bagi kaum Yehuda."

Ayat Yesaya 22:21 merupakan bagian dari nubuat besar Nabi Yesaya yang ditujukan kepada bangsa Israel, khususnya mengenai kehancuran Yerusalem dan hukuman yang akan menimpa mereka akibat ketidaktaatan mereka. Namun, di balik konteks hukuman tersebut, terdapat sebuah janji yang signifikan mengenai penempatan seorang pelayan yang setia dan berkuasa untuk menggantikan Yoyakim, seorang pejabat yang dianggap tidak layak.

Dalam narasi ini, Allah menyatakan niat-Nya untuk mengangkat Eliakim bin Hilkia sebagai pengganti Sebna, juru tulis istana yang telah bertindak dengan kesombongan dan ketidakjujuran. Pengangkatan Eliakim digambarkan dengan sangat simbolis. Ia akan mengenakan "baju jubahnya", yang melambangkan otoritas dan martabat tinggi, serta "mengikatkan ikat pinggangnya", sebuah tanda kekuasaan dan kepemimpinan yang solid. Lebih dari sekadar pakaian, "kekuasaannya akan diserahkan ke tangannya". Ini menunjukkan bahwa Eliakim akan memegang kendali penuh atas urusan kerajaan dan rakyat.

Puncak dari pengangkatan ini adalah penegasan bahwa ia "akan menjadi bapa bagi penduduk Yerusalem dan bagi kaum Yehuda". Frasa "menjadi bapa" di sini bukan sekadar gelar kehormatan, melainkan sebuah mandat untuk memerintah dengan bijaksana, melindungi, dan membimbing rakyatnya seperti seorang ayah membimbing anak-anaknya. Ini mencerminkan tanggung jawab besar yang diemban oleh pemimpin, yaitu menyediakan keamanan, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh umat.

Secara historis, ayat ini menyoroti pergantian kekuasaan di istana raja Hizkia. Sebna digambarkan sebagai pribadi yang angkuh dan kurang setia, sementara Eliakim adalah representasi dari kepemimpinan yang dikehendaki Allah. Eliahim kemudian memainkan peran penting dalam peristiwa keselamatan Yerusalem dari serangan Sanherib, raja Asiria, membuktikan ketepatannya sebagai pemimpin.

Lebih dari sekadar peristiwa historis, Yesaya 22:21 juga sering diinterpretasikan secara teologis. Banyak penafsir melihatnya sebagai gambaran awal dari kedatangan Mesias, Yesus Kristus. Seperti Eliakim yang dianugerahi otoritas dan dipercayakan untuk menjadi "bapa" bagi umat Allah, Yesus datang untuk memimpin dan mendamaikan umat manusia dengan Allah. Ia adalah Bapa Surgawi kita yang sejati, yang memberikan hidup kekal dan memerintah dengan kasih dan keadilan abadi. Pengenalan dan pemahaman mendalam terhadap ayat ini memberikan perspektif penting tentang bagaimana kepemimpinan yang sah dan berintegritas seharusnya dijalankan, serta bagaimana janji-janji Allah dalam mengaruniakan pemimpin yang setia selalu terwujud.