"Dan firman TUHAN datang kepadanya: "Berjalanlah, serukanlah ini di Tirus. Katakanlah: Dengarlah, hai pulau-pulau, dan lihatlah, hai penduduk daratan! Bukankah demikianlah adanya perempuan Tirus yang dahulu menggerakkan rasa takzim, yang perjalanannya dari zaman purbakala?"
Ayat ini, Yesaya 23:12, merupakan bagian dari nubuat yang lebih luas tentang kejatuhan kota Tirus, sebuah kota pelabuhan yang makmur dan kuat di pesisir Fenisia. Dalam konteks historisnya, Tirus dikenal sebagai pusat perdagangan yang sangat berpengaruh. Kekayaannya dibangun di atas dominasinya dalam perdagangan laut, menghasilkan barang-barang mewah seperti pewarna ungu yang terkenal, dan menjadi pelabuhan penting bagi bangsa-bangsa di sekitarnya. Keberadaan Tirus yang begitu dominan membuatnya merasa aman dan tak tergoyahkan, seolah-olah tak ada kekuatan yang mampu menundukkannya.
Namun, nubuat nabi Yesaya menegaskan bahwa bahkan kekuatan yang tampaknya tak tertandingi pun tidak luput dari murka dan penghakiman ilahi. Ayat 12 ini menekankan bagaimana Tirus, yang dahulu dipandang dengan kagum dan rasa takzim oleh bangsa-bangsa lain karena kemakmuran dan pengaruhnya, kini akan menghadapi kehancuran. Kata-kata "perempuan Tirus yang dahulu menggerakkan rasa takzim" menggambarkan Tirus sebagai entitas yang kuat dan dikagumi, sebuah pusat kekuatan dan kemegahan. Statusnya yang tinggi dan pengaruhnya yang luas membuatnya menjadi simbol keunggulan dan kebesaran.
Seruan nabi untuk menyampaikan pesan ini kepada "hai pulau-pulau, dan lihatlah, hai penduduk daratan" menunjukkan jangkauan dampak kejatuhan Tirus. Kehancurannya tidak hanya akan menjadi peristiwa lokal, tetapi akan dirasakan dan disaksikan oleh seluruh wilayah di sekitarnya, baik yang berada di pulau-pulau maupun di daratan. Ini menyiratkan bahwa Tirus adalah bagian integral dari sistem perdagangan dan politik pada masanya, dan kejatuhannya akan menciptakan kekosongan yang signifikan serta mengganggu keseimbangan kekuasaan yang ada.
Penting untuk dicatat bahwa penghakiman ini tidak datang tanpa alasan. Seringkali, kota-kota yang sangat kaya dan berkuasa seperti Tirus menjadi sombong, mengandalkan kekuatan manusiawi dan kekayaan mereka, dan melupakan ketergantungan mereka pada Tuhan. Mereka mungkin telah memeras negara-negara lain melalui perdagangan, atau mempraktikkan praktik-praktik yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Nubuat ini berfungsi sebagai peringatan keras: kesombongan dan penyembahan berhala materi dapat mengarah pada kehancuran yang tak terhindarkan.
"Yang perjalanannya dari zaman purbakala" merujuk pada sejarah panjang Tirus sebagai kota dagang yang tangguh. Ini bukan kemenangan instan atas musuh yang baru, melainkan kejatuhan yang datang setelah periode panjang kejayaan dan pengaruh. Ini menunjukkan bahwa meskipun sebuah entitas mungkin telah berdiri kokoh dan sukses selama berabad-abad, tidak ada yang abadi di dunia ini jika tidak didasarkan pada prinsip-prinsip ilahi. Kejatuhan Tirus, seperti yang dinubuatkan oleh Yesaya, akhirnya terjadi akibat serangan Babel di bawah Nebukadnezar dan kemudian oleh Aleksander Agung. Pesan ini tetap relevan sebagai pengingat akan sifat kefanaan kekuasaan duniawi dan pentingnya kerendahan hati serta ketaatan kepada Tuhan.