Ayat Firman Tuhan dalam Yesaya 37:17 ini merupakan inti dari doa Hizkia kepada Allah. Dalam situasi yang genting, ketika pasukan Asiria di bawah pimpinan Sanherib mengancam Yerusalem dengan kekuatan yang menakutkan, Hizkia tidak berpaling pada kekuatan manusia atau strategi militer semata. Sebaliknya, ia membawa seluruh persoalan itu ke hadapan Tuhan Sang Pencipta langit dan bumi. Doa ini mencerminkan kedalaman iman dan pengenalan Hizkia akan siapa Allah yang sesungguhnya.
Kalimat pembuka, "Ya TUHAN, Allah Israel, Engkau yang bertahta di atas kerub-kerub," menunjukkan pengakuan akan identitas ilahi Tuhan. Para kerub adalah makhluk surgawi yang melambangkan kehadiran Allah yang kudus dan mulia. Dengan menyebutkan mereka, Hizkia menegaskan bahwa ia sedang berbicara kepada Tuhan yang berkuasa penuh, bukan hanya sebagai dewa lokal, tetapi sebagai Allah yang mendiami tempat Mahakudus. Ini adalah sebuah pengakuan akan kedaulatan Tuhan di atas segala sesuatu.
Kemudian, Hizkia melanjutkan dengan afirmasi yang kuat: "Engkaulah Allah, hanya Engkau, dari segala kerajaan bumi." Pernyataan ini bukan sekadar pengakuan teoritis, melainkan sebuah deklarasi iman di tengah tekanan luar biasa. Sanherib, raja Asiria, dengan segala keangkuhannya, mungkin menganggap dewa-dewa yang ia taklukkan hanyalah bagian dari sistem kepercayaan yang lebih rendah. Namun Hizkia, melalui doanya, mengingatkan dirinya sendiri dan mungkin juga para pendengarnya, bahwa hanya ada satu Allah yang sejati, yang kekuasaannya melampaui segala raja dan kerajaan di bumi. Tidak ada kekuatan lain yang bisa dibandingkan dengan Dia.
Puncak dari pengakuan iman Hizkia terlihat pada kalimat terakhir: "Engkaulah yang menjadikan langit dan bumi." Dengan demikian, Hizkia menegaskan kembali kebesaran dan kemahakuasaan Allah. Jika Tuhan adalah Pencipta alam semesta yang luar biasa ini, maka tidak ada tantangan sekecil apapun bagi-Nya untuk mengintervensi dan menyelamatkan umat-Nya. Ancaman Sanherib, sehebat apapun, tidak mampu menandingi kekuatan Sang Pencipta. Doa ini adalah contoh bagaimana kita dapat menghadapi kesulitan dengan memfokuskan pandangan kita pada kebesaran Tuhan, bukan pada besarnya masalah.
Dalam konteks Yesaya 37:17, doa Hizkia bukan hanya permohonan pertolongan, tetapi juga sebuah pembelaan terhadap kehormatan nama Tuhan. Ia tahu bahwa kehancuran Yerusalem akan diperlakukan sebagai kemenangan dewa Asiria atas Allah Israel, yang akan mencemarkan nama Tuhan di mata bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, doa ini menjadi pernyataan iman yang teguh, mengakui keunikan dan kedaulatan Allah semata. Ini mengajarkan kita bahwa dalam setiap situasi, penting untuk mengingat siapa Allah kita, mengakui kemahakuasaan-Nya, dan bersandar sepenuhnya pada kuasa-Nya.