Yesaya 46:7

"Mereka mengangkatnya ke atas, memikulnya di bahu, dan menaruhnya di tempatnya; ia tidak dapat bergeser dari tempatnya, dan berseru kepadanya, ia tidak menjawab, tidak menolong dari kesesakan."
idol

Ayat dari Kitab Yesaya pasal 46 ayat 7 ini menyajikan sebuah gambaran yang sangat kuat dan jelas mengenai ketidakberdayaan berhala. Dalam konteks sejarah dan kebudayaan kuno, manusia seringkali menciptakan dewa-dewaan atau idola dari materi yang mereka anggap paling berharga, seperti emas, perak, atau kayu yang diukir dengan indah. Mereka kemudian memuliakan patung-patung tersebut, memberikan persembahan, dan bahkan memikulnya dalam prosesi atau memindahkannya dari satu tempat ke tempat lain.

Namun, ayat ini dengan tegas menyatakan kenyataan yang menyakitkan bagi para penyembahnya. Patung-patung tersebut, meskipun diangkat dan dipikul, sebenarnya adalah benda mati. Mereka tidak memiliki kekuatan atau kesadaran untuk bergerak sendiri, apalagi untuk memberikan respon. Ketika mereka diletakkan di tempatnya, mereka "tidak dapat bergeser dari tempatnya." Ini adalah metafora yang kuat untuk ketergantungan total pada kekuatan eksternal yang sebenarnya tidak memiliki kemampuan intrinsik untuk bertindak.

Lebih lanjut, ayat ini menyoroti ketiadaan respon ilahi. Ketika seseorang "berseru kepadanya," mencari pertolongan dalam "kesesakan," sang idola "tidak menjawab." Berbeda dengan Tuhan yang Mahakuasa, yang selalu mendengar doa umat-Nya dan memberikan pertolongan sesuai dengan kehendak-Nya, berhala hanyalah ciptaan tangan manusia. Ia tidak memiliki telinga untuk mendengar, hati untuk merasakan, atau tangan untuk menolong. Keberadaannya hanya bersifat fisik, tanpa kehidupan rohani atau kemampuan supranatural.

Pesan ini sangat relevan sepanjang masa. Di era modern, meskipun bentuk penyembahan berhala mungkin terlihat berbeda, inti dari ketidakberdayaan tetap sama. Manusia dapat saja mengagungkan harta benda, kekuasaan, atau bahkan ideologi tertentu hingga menjadikannya semacam "berhala." Namun, ketika masalah datang, ketika kesusahan melanda, semua itu seringkali terbukti tidak mampu memberikan penghiburan, solusi, atau harapan sejati. Manusia akan terus mencari sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri, sesuatu yang benar-benar mampu menjawab panggilan jiwa yang terdalam.

Firman Tuhan dalam Yesaya 46:7 mengingatkan kita untuk menempatkan kepercayaan kita pada Sumber kehidupan yang sejati, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Hanya Dia yang mampu mendengar, menjawab, dan menolong. Menjadikan Dia sebagai pusat hidup kita adalah jalan menuju kekuatan, kedamaian, dan kepastian yang tidak akan pernah mengecewakan, tidak seperti berhala-berhala yang diciptakan manusia dan akhirnya hanya membawa kekecewaan.