Sepuluh relung anggur akan menghasilkan hanya satu met, dan seribu benih gandum akan menghasilkan hanya satu efa.
Ayat Yesaya 5:10 ini menggambarkan sebuah gambaran yang kuat tentang kekeringan spiritual dan fisik yang menimpa bangsa Israel sebagai akibat dari ketidaktaatan mereka. Kutipan ini merupakan bagian dari serangkaian "Nyanyian Kebun Anggur" yang disampaikan oleh Nabi Yesaya untuk mengecam dosa-dosa umat Tuhan. Dalam perumpamaan ini, Tuhan digambarkan sebagai pemilik kebun anggur yang menanam dan merawatnya dengan penuh kasih sayang, namun hasilnya sangat mengecewakan.
Secara harfiah, ayat ini berbicara tentang hasil panen yang sangat sedikit. Jika biasanya sepuluh relung (satuan luas) dari tanaman anggur akan menghasilkan satu met (satuan ukuran hasil panen), maka kali ini hanya akan menghasilkan sepersepuluh dari biasanya. Demikian pula, seribu benih gandum, yang seharusnya menghasilkan panen melimpah, hanya akan menghasilkan satu efa (satuan ukuran hasil panen lainnya). Ini adalah perbandingan yang dramatis yang menunjukkan kegagalan total dalam menghasilkan buah.
Lebih dari sekadar gambaran kekeringan fisik, Yesaya 5:10 memiliki makna spiritual yang mendalam. Kebun anggur dalam tradisi Alkitab sering kali melambangkan umat Tuhan, yaitu Israel itu sendiri. Tuhan telah menanam dan memelihara mereka dengan segala cara, memberikan hukum-hukum-Nya, peringatan-peringatan para nabi, dan kasih karunia-Nya. Namun, sebagai respons, mereka justru menghasilkan "anggur asam" atau buah yang tidak berkenan di hadapan Tuhan, yaitu ketidakadilan, penindasan, dan penyembahan berhala.
Ketika Tuhan mengatakan bahwa tanahnya tidak akan menghasilkan panen, ini adalah tanda ketidaksetujuan ilahi. Kegagalan panen yang ekstrem ini menjadi konsekuensi langsung dari penolakan mereka terhadap kehendak Tuhan. Ini adalah peringatan bahwa ketidaktaatan akan membawa kehancuran dan kemandulan, bukan hanya dalam aspek materi, tetapi juga dalam spiritualitas mereka. Mereka yang seharusnya menghasilkan buah-buah kebenaran justru menghasilkan kebusukan.
Namun, di balik gambaran hukuman ini, tersirat juga sebuah harapan dan kontras. Konteks yang lebih luas dari nubuat Yesaya juga sering kali menunjuk pada masa pemulihan dan berkat yang akan datang. Ketika umat Tuhan kembali kepada-Nya dengan hati yang menyesal, janji pemulihan akan berlaku. Ayat-ayat selanjutnya dalam Yesaya sering kali berbicara tentang kemakmuran yang akan dipulihkan, di mana tanah akan berlimpah kembali ketika umat hidup dalam ketaatan.
Yesaya 5:10 mengingatkan kita akan pentingnya buah yang dihasilkan dalam kehidupan kita. Apakah hidup kita menghasilkan buah-buah Roh seperti kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri (Galatia 5:22-23)? Atau justru menghasilkan buah-buah daging seperti perselisihan, kecemburuan, dan keserakahan? Firman Tuhan ini mengajak kita untuk merenungkan hubungan kita dengan-Nya dan memastikan bahwa hidup kita menghasilkan panen yang menyenangkan hati Tuhan, yang berakar pada kesetiaan dan ketaatan.
Dalam perspektif yang lebih luas, ayat ini juga dapat dilihat sebagai cerminan dari bagaimana setiap tindakan memiliki konsekuensi. Jika kita menabur dalam ketidaktaatan, kita akan menuai kekeringan. Namun, jika kita menabur dalam ketaatan dan kasih kepada Tuhan, kita dijanjikan berkat dan kelimpahan. Kuncinya terletak pada respons hati kita terhadap panggilan dan tuntunan Ilahi.