Yesaya 57:7

"Di atas gunung yang tinggi dan menjulang engkau menyalarkan tempat tidurmu, di sanalah engkau naik mendapatkan korban sembelihan."
Kurban

Ilustrasi simbolis: Gunung, jalur terjal, dan tempat kurban.

Ayat ini dari Kitab Yesaya menggambarkan sebuah gambaran yang sangat jelas dan tajam mengenai praktik keagamaan yang menyimpang dari kehendak Tuhan. Frasa "di atas gunung yang tinggi dan menjulang" merujuk pada tempat-tempat yang seringkali dianggap sakral atau terhormat dalam kebudayaan kuno, namun dalam konteks ini, tempat tersebut digunakan untuk tujuan yang keliru. Tindakan "menyalarkan tempat tidurmu" dan "naik mendapatkan korban sembelihan" menunjuk pada aktivitas penyembahan berhala atau praktik ritual yang tidak sesuai dengan ajaran Tuhan yang sejati.

Konteks dalam Yesaya 57 secara umum berbicara tentang ketidaksetiaan umat Allah, penyembahan berhala, dan dosa-dosa yang dilakukan. Ayat ini menyoroti bagaimana umat tersebut mencari koneksi ilahi melalui cara-cara yang justru menjauhkan mereka dari Tuhan yang Maha Esa. Gunung yang tinggi mungkin melambangkan ambisi spiritual yang terlihat megah, namun tanpa dasar yang benar, itu hanyalah kesia-siaan. "Tempat tidur" yang disalarkan bisa diartikan sebagai tempat peristirahatan atau tempat kenyamanan yang dikhususkan untuk dewa-dewa asing, sementara "korban sembelihan" adalah inti dari ritual penyembahan yang dilakukan di tempat-tempat terlarang tersebut.

Gambaran ini mengingatkan kita akan pentingnya kesetiaan dan kekudusan dalam hubungan kita dengan Tuhan. Pencarian spiritual yang tulus haruslah dilakukan dalam koridor kebenaran yang telah dinyatakan, bukan dengan meniru praktik-praktik yang menyesatkan atau mengadopsi ajaran asing yang bertentangan dengan firman-Nya. Gunung yang tinggi dan menjulang, dalam visi ilahi, seharusnya menjadi tempat untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melalui iman dan ketaatan, bukan tempat untuk melakukan ritual yang dilarang.

Pesan ini relevan hingga kini. Dalam dunia yang penuh dengan berbagai macam ajaran dan praktik spiritual, kita dipanggil untuk bijak dan berhati-hati. Penting untuk membedakan mana yang sesuai dengan firman Tuhan dan mana yang bukan. Kebenaran Tuhan adalah fondasi yang kokoh bagi perjalanan iman kita. Ayat Yesaya 57:7 menjadi pengingat bahwa jalan menuju kekudusan dan persekutuan dengan Tuhan membutuhkan kesetiaan, kemurnian hati, dan ketaatan pada perintah-Nya, bukan pada ritual atau ajaran yang menyesatkan yang dilakukan di tempat-tempat yang tampaknya mulia namun sesungguhnya penuh dengan kekeliruan.

Dalam kebingungan spiritual atau kerinduan untuk terhubung dengan yang Ilahi, seringkali godaan untuk mencari jalan pintas atau cara yang "lebih mudah" muncul. Namun, firman Tuhan jelas mengajarkan bahwa hubungan yang benar dengan-Nya dibangun di atas dasar kasih, ketaatan, dan pengabdian yang tulus. "Menyalarkan tempat tidur" dan mempersembahkan "korban sembelihan" di tempat-tempat yang dilarang bukanlah bentuk kesetiaan, melainkan pengkhianatan terhadap perjanjian kudus yang telah dibuat dengan Tuhan.

Oleh karena itu, mari kita renungkan peringatan ini dalam kehidupan rohani kita. Pastikan bahwa jalan yang kita tempuh dalam mencari Tuhan adalah jalan yang Dia sendiri tetapkan. Jauhkan diri dari segala bentuk penyembahan berhala, baik yang terang-terangan maupun yang terselubung dalam praktik-praktik yang menyesatkan. Kekudusan Tuhan menuntut kekudusan dari umat-Nya.