"TUHAN terus berfirman kepadaku, demikian: "Oleh karena bangsa ini menolak air yang mengalir dari Siloam dengan tenang, dan bersukacita dengan [mempertuhkan] Rezin dan anak Remalya, maka sungguh, Tuhan akan mendatangkan kepada mereka air sungai yang kuat dan besar, yakni raja Asyur dengan segala kemuliaannya; air itu akan meluap meliputi segala jalannya dan melimpah meliputi segala tepinya."
Ayat dari Kitab Yesaya 8:5 ini memberikan peringatan tegas sekaligus gambaran tentang konsekuensi dari penolakan terhadap kehendak Tuhan dan berpegang pada kekuatan duniawi. Dalam konteks sejarahnya, ayat ini merujuk pada kondisi Kerajaan Utara Israel yang pada masa itu berada di bawah ancaman dari koalisi Kerajaan Aram (Syria) yang dipimpin oleh Raja Rezin, dan Kerajaan Israel Utara itu sendiri yang dipimpin oleh Raja Pekah (anak Remalya). Yerusalem, ibu kota Kerajaan Yehuda, berada dalam posisi yang sulit.
TUHAN dalam ayat ini memberikan sebuah analogi yang kuat. Air yang mengalir dari Siloam melambangkan berkat, kedamaian, dan perlindungan yang datang dari Tuhan. Siloam adalah sumber air yang tenang dan teratur, memberikan kehidupan yang stabil. Namun, bangsa yang dimaksud dalam ayat ini memilih untuk menolak berkat ilahi tersebut. Sebaliknya, mereka bersukacita dan berharap pada kekuatan militer dan politik dari Rezin dan anak Remalya. Ini adalah gambaran tentang sebuah pilihan yang salah, yaitu lebih mempercayai kekuatan manusia daripada kekuatan Yang Maha Kuasa.
Ilustrasi: Air yang tenang melambangkan perlindungan ilahi.
Ketika nubuatan ini diucapkan, umat Tuhan di Yehuda dihadapkan pada pilihan yang sama. Mereka bisa tetap percaya pada janji-janji Tuhan dan menolak untuk terlibat dalam rencana politik dan militer melawan Babel (kekuatan yang lebih besar yang pada akhirnya akan menghancurkan Asyur dan kemudian Israel), atau mereka bisa bersekutu dengan kekuatan-kekuatan regional yang lemah. Yesaya menyerukan untuk tetap percaya pada Tuhan, yang digambarkan sebagai "air yang mengalir dari Siloam dengan tenang".
Namun, pilihan yang diambil oleh banyak orang adalah sebaliknya. Mereka mengabaikan peringatan ilahi dan lebih memilih untuk mengandalkan kekuatan manusia, bahkan bersekutu dengan musuh yang seharusnya mereka lawan. Akibatnya, seperti yang dinubuatkan, Tuhan akan mendatangkan "air sungai yang kuat dan besar, yakni raja Asyur dengan segala kemuliaannya". Ini bukanlah pertolongan, melainkan sebuah hukuman. Air yang kuat dan besar itu melambangkan invasi dan kehancuran yang akan dibawa oleh raja Asyur. Ini adalah sebuah gambaran yang mengerikan tentang bagaimana penolakan terhadap sumber kehidupan sejati akan membawa bencana.
Pesan dari Yesaya 8:5 ini tetap relevan hingga kini. Dalam kehidupan kita, seringkali kita dihadapkan pada pilihan untuk mengandalkan kekuatan diri sendiri, sumber daya duniawi, atau harapan palsu, daripada bersandar sepenuhnya kepada Tuhan. Tuhan menawarkan kedamaian, kekuatan, dan perlindungan yang tak tergoyahkan, namun godaan untuk mencari solusi cepat melalui cara-cara duniawi seringkali lebih menarik. Ayat ini mengingatkan kita bahwa hanya dalam Tuhan kita menemukan sumber pertolongan yang sejati dan abadi. Berpegang pada kekuatan duniawi adalah seperti membangun rumah di atas pasir; ia akan runtuh ketika badai datang. Sebaliknya, bersandar pada Tuhan adalah seperti membangun di atas batu karang, kokoh dan tak tergoyahkan.