Ayat Yohanes 12:38 merupakan kutipan penting dari Kitab Suci yang menghubungkan perkataan Yesus dengan nubuat kenabian dalam Perjanjian Lama. Ayat ini secara spesifik merujuk pada Kitab Yesaya, menyoroti ketidakpercayaan yang meluas di antara umat manusia terhadap pewartaan kebenaran ilahi dan tangan kuat Tuhan yang bekerja di tengah mereka. Hal ini mengingatkan kita pada tema abadi tentang iman dan penerimaan wahyu ilahi.
Dalam konteks Injil Yohanes, Yesus sedang berbicara tentang mengapa banyak orang tidak percaya kepada-Nya, meskipun Ia telah melakukan berbagai mukjizat dan menyatakan kebenaran yang belum pernah diungkapkan sebelumnya. Ia merujuk pada nubuat Yesaya untuk menjelaskan bahwa penolakan ini bukanlah sesuatu yang baru atau mengejutkan, melainkan telah dinubuatkan berabad-abad sebelumnya. Ini menegaskan bahwa rencana Allah memiliki kedalaman dan cakupan yang jauh melampaui pemahaman manusiawi.
Pertanyaan yang diajukan dalam kutipan dari Yesaya—"Tuhan, siapa yang percaya kepada pemberitaan kami, dan kepada tangan siapa kekuasaan Tuhan dinyatakan?"—menggambarkan rasa frustrasi dan kebingungan para nabi Allah. Mereka telah menyampaikan pesan-pesan penting, menyaksikan kuasa ilahi yang luar biasa, namun seringkali dihadapi dengan ketidakpercayaan dan keraguan. Ini menunjukkan tantangan yang selalu ada dalam menyampaikan kebenaran spiritual di dunia yang seringkali tertutup terhadap hal-hal ilahi.
Ayat ini juga menggarisbawahi sifat manusiawi yang seringkali sulit menerima kebenaran yang tidak sesuai dengan pandangan atau keinginan mereka. Kuasa Tuhan, ketika dinyatakan melalui mukjizat atau ajaran yang mengubah hidup, seharusnya mengundang kekaguman dan iman. Namun, bagi banyak orang, kenyataan ini justru memicu penolakan, terutama ketika kebenaran itu menuntut perubahan atau pengorbanan.
Dalam terang Yohanes 12:38, kita diajak untuk merenungkan sikap kita sendiri terhadap kebenaran ilahi. Apakah kita termasuk orang-orang yang dengan mudah membuka hati dan pikiran kita terhadap pesan-pesan yang datang dari Tuhan, ataukah kita cenderung menutup diri karena alasan yang sama seperti yang dihadapi oleh para nabi dan Yesus sendiri? Kemampuan untuk percaya dan mengenali kuasa Tuhan adalah anugerah, namun juga memerlukan keterbukaan dan kerendahan hati.
Lebih jauh lagi, ayat ini menyoroti peran penting para pemberita firman. Mereka adalah saluran bagi kebenaran ilahi, dan keberhasilan mereka tidak hanya diukur dari jumlah orang yang percaya, tetapi juga dari kesetiaan mereka dalam menyampaikan pesan. Tantangan yang mereka hadapi adalah nyata, dan ayat ini menjadi pengingat bahwa pekerjaan rohani seringkali membutuhkan ketekunan di tengah ketidakpercayaan.
Dengan demikian, Yohanes 12:38 bukan sekadar kutipan ayat, melainkan sebuah undangan untuk refleksi mendalam tentang iman, penolakan, dan peran kebenaran ilahi dalam kehidupan manusia. Ia mengingatkan kita bahwa iman yang sejati adalah respons terhadap wahyu, dan penerimaan kuasa Tuhan adalah tanda hati yang terbuka dan siap menerima.