Ayat ini, Yohanes 18:17, membawa kita pada momen krusial dalam kisah Yesus. Ini adalah saat ketika iman seseorang diuji, dan pengakuan menjadi sangat penting. Kisah ini terjadi sesaat setelah Yesus ditangkap. Petrus, salah satu murid terdekat-Nya, berada di luar, di halaman rumah Kayafas, di tengah kerumunan yang memanas. Ia berusaha untuk tetap dekat, meskipun hatinya mungkin dipenuhi ketakutan dan kebingungan.
Perhatikan konteksnya: Petrus telah bersumpah dengan lantang bahwa ia akan mengikuti Yesus sampai mati. Namun, di hadapan ancaman dan tekanan sosial, keberaniannya mulai goyah. Pertanyaan yang dilontarkan oleh pelayan perempuan itu, "Engkau juga bukan dari murid orang itu, bukan?", adalah pertanyaan yang sederhana namun tajam. Pertanyaan ini bukan sekadar identifikasi, melainkan sebuah tuntutan pengakuan. Dalam situasi yang penuh ketegangan itu, mengakui hubungan dengan Yesus berarti menempatkan diri pada risiko yang sama.
Jawaban Petrus yang singkat, "Bukan," adalah sebuah pengingkaran. Ini adalah titik rendah bagi seorang murid yang pernah begitu yakin. Namun, di balik pengingkaran ini, terdapat perjuangan batin yang mendalam. Yohanes mencatat ini bukan untuk mempermalukan Petrus, melainkan untuk menunjukkan kerapuhan manusiawi, bahkan pada mereka yang paling dekat dengan Kristus. Ini juga menunjukkan bagaimana kebenaran tentang siapa Yesus itu sering kali membutuhkan keberanian untuk diakui, terutama di tengah penolakan.
Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya pengakuan iman. Dalam kehidupan kita sehari-hari, seringkali kita dihadapkan pada pilihan serupa: apakah kita akan mengakui diri kita sebagai pengikut Kristus, ataukah kita akan menyangkalnya karena takut, malu, atau demi kenyamanan? Kebenaran yang ditawarkan oleh Kristus adalah kebenaran yang menuntut respons. Ia tidak hanya ingin kita mengetahui-Nya, tetapi juga mengakui-Nya sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Pengakuan iman bukanlah sekadar ucapan bibir. Ini adalah keputusan hati yang harus tercermin dalam tindakan kita. Ini adalah kesediaan untuk berdiri teguh pada kebenaran, meskipun itu berarti menghadapi kesulitan atau penolakan dari dunia. Yohanes 18:17 mengingatkan kita bahwa ada harga yang harus dibayar untuk mengikut Yesus, dan bahwa pengakuan yang tulus adalah fondasi dari hubungan yang kokoh dengan-Nya.
Marilah kita belajar dari pengalaman Petrus. Meskipun ia pernah jatuh, ia kemudian dipulihkan oleh Yesus dan menjadi salah satu pilar gereja. Pengingkarannya menjadi pelajaran berharga tentang kerentanan manusia dan anugerah pengampunan Tuhan. Pada akhirnya, kebenaran tentang Yesuslah yang akan membebaskan kita, dan pengakuan yang berani akan iman kita adalah kesaksian terkuat bagi-Nya.