Dan ketika Ia mengatakan hal itu, seorang dari orang-orang yang berdiri di dekat-Nya menampar muka-Nya, kata-Nya: "Jawablah itu dengan sepantasnya, jikalau memang perkataan-Ku itu salah."
Ayat Yohanes 18:22 menceritakan sebuah momen dramatis dalam peristiwa penyaliban Yesus Kristus. Saat Yesus diadili oleh Mahkamah Agama Yahudi, terutama oleh Kayafas, salah satu pengawal yang tidak dapat menahan amarahnya atau mungkin ingin memprovokasi Yesus, menampar muka-Nya. Tindakan ini bukan sekadar kekerasan fisik, melainkan sebuah penghinaan yang sangat mendalam. Dalam budaya Timur Tengah saat itu, menampar wajah seseorang adalah bentuk perlakuan yang paling merendahkan.
Namun, respons Yesus sungguh luar biasa dan penuh hikmat. Alih-alih membalas dengan amarah atau melakukan perlawanan fisik, Yesus justru mengajukan sebuah pertanyaan retoris yang sarat makna: "Jawablah itu dengan sepantasnya, jikalau memang perkataan-Ku itu salah." Pertanyaan ini menunjukkan beberapa hal penting mengenai karakter dan tujuan Kristus.
Pertama, Yesus menunjukkan ketenangan di tengah kekacauan. Meskipun diperlakukan secara tidak adil dan penuh hina, Dia tidak kehilangan kendali diri. Ini mencerminkan kedalaman spiritual dan keyakinan-Nya pada kebenaran ilahi yang dipegang-Nya. Ketenangan-Nya menjadi kontras tajam dengan kekejaman orang-orang di sekeliling-Nya.
Kedua, Yesus mengingatkan tentang prinsip keadilan dan kebenaran. Dengan bertanya "jikalau memang perkataan-Ku itu salah," Yesus secara tidak langsung menantang para penuduh-Nya untuk membuktikan kesalahan dalam perkataan-Nya. Ia menunjukkan bahwa tindakan kekerasan tidak dapat membenarkan tuduhan yang tidak berdasar. Ini adalah pengingat bagi kita semua bahwa kebenaran tidak dapat dibungkam dengan kekerasan.
Ketiga, ayat ini menyoroti sikap pengampunan dan kasih yang menjadi inti ajaran Kristus. Meskipun menerima pukulan, Yesus tidak membalas dendam. Respons-Nya justru mengundang kesadaran bagi si penampar, memberinya kesempatan untuk merenungkan kesalahannya. Inilah esensi dari pengorbanan Kristus di kayu salib – menebus dosa manusia dengan kasih yang tak terbatas, bahkan kepada mereka yang menyakiti-Nya.
Sebagai umat Kristiani, kita dapat belajar banyak dari respons Yesus dalam ayat ini. Di tengah kesulitan hidup, ketika kita menghadapi ketidakadilan, hinaan, atau perlakuan buruk, kita dipanggil untuk meneladani Kristus. Bukan dengan membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan dengan memelihara ketenangan, berpegang teguh pada kebenaran, dan menunjukkan kasih serta pengampunan. Yohanes 18:22 adalah kesaksian yang kuat tentang bagaimana keadilan ilahi beroperasi melalui kesabaran, hikmat, dan kasih yang tak tergoyahkan.