🙏
Ilustrasi: Keterbukaan dan Keterangan

Yohanes 18:26

"Berkatalah kepadanya: "Bukankah Engkau salah seorang dari murid-murid orang itu?" Ia menjawab: "Aku bukan."

Konteks dan Makna Pengakuan Yesus

Ayat Yohanes 18:26 adalah bagian dari narasi pengadilan Yesus sebelum penyaliban-Nya. Dalam adegan ini, Yesus sedang diinterogasi oleh seorang hamba Imam Besar yang bernama Malkhus. Sang hamba, yang tampaknya mengenal Yesus atau setidaknya orang-orang yang dekat dengan-Nya, mengajukan pertanyaan yang mencoba mengaitkan Yesus dengan para pengikut-Nya. Pertanyaan ini, "Bukankah Engkau salah seorang dari murid-murid orang itu?" diajukan dengan nada yang mungkin meremehkan atau menuduh, merujuk pada Yesus sebagai "orang itu," seolah-olah Dia hanyalah seorang tokoh biasa atau bahkan penjahat yang patut dijauhi.

Jawaban Yesus yang singkat namun tegas, "Aku bukan," mungkin terdengar kontradiktif bagi sebagian pembaca. Bagaimana mungkin Yesus, yang memiliki banyak pengikut, menyatakan diri bukan bagian dari "murid-murid orang itu"? Namun, perlu dipahami konteks historis dan teologis di balik dialog ini. Pada momen itu, Yesus tidak sedang memproklamasikan identitas-Nya kepada dunia atau kepada para pengikut-Nya. Dia sedang menghadapi interogasi dalam suasana yang penuh ancaman dan kecurigaan.

Tujuan Jawaban Yesus

Jawaban "Aku bukan" ini dapat diinterpretasikan dalam beberapa cara. Pertama, Yesus mungkin membedakan diri dari para pengikut-Nya dalam arti bahwa Dia adalah Sang Pemimpin, sumber dari seluruh gerakan tersebut, bukan sekadar pengikut belaka. Dia adalah Gembala, dan para murid adalah domba-domba-Nya. Kedua, jawaban ini bisa jadi menunjukkan pemahaman Yesus tentang sifat pertanyaan sang hamba. Sang hamba mengajukan pertanyaan berdasarkan persepsi duniawi, mengaitkan Yesus dengan kelompok sosial atau pergerakan tertentu. Yesus, yang identitas sejati-Nya jauh melampaui label duniawi, memberikan jawaban yang sesuai dengan tingkat pemahaman lawan bicara-Nya pada saat itu, tanpa mengorbankan kebenaran esensial tentang diri-Nya.

Yang menarik adalah kontras antara kesederhanaan jawaban ini dengan kebenaran Ilahi yang terkandung di dalamnya. Yesus tidak menyangkal bahwa Dia memiliki pengikut, tetapi Dia menolak untuk dikategorikan dalam lingkup pemahaman sempit sang hamba. Ini adalah contoh bagaimana Yesus sering kali berbicara secara analogis dan terkadang menggunakan jawaban yang ringkas untuk mengungkapkan kebenaran yang mendalam, mendorong pendengar untuk merenung lebih jauh. Jawaban ini juga menegaskan kemandirian dan otoritas ilahi Yesus, yang tidak bergantung pada persetujuan atau pemahaman orang lain.

Implikasi Spiritual

Kisah ini mengingatkan kita bahwa seringkali, pandangan duniawi tidak mampu memahami kedalaman identitas Yesus. Orang mungkin mencoba mengkategorikan-Nya berdasarkan penampilan, afiliasi, atau tindakan-Nya, tetapi keilahian-Nya melampaui semua itu. Yohanes 18:26 mendorong kita untuk melihat Yesus bukan sekadar sebagai tokoh sejarah atau pemimpin agama, tetapi sebagai Pribadi yang unik dan tak tertandingi. Pengakuan dan pemahaman kita tentang siapa Yesus seharusnya datang dari iman dan wahyu ilahi, bukan dari penilaian manusia semata.

Pada akhirnya, meskipun jawaban singkat ini tampak sederhana, ia membuka pintu untuk refleksi yang lebih dalam tentang sifat Kristus. Ia menunjukkan bahwa Yesus selalu memiliki kendali atas situasi-Nya, bahkan di bawah tekanan, dan bahwa Dia dengan bijak memilih kata-kata-Nya untuk mengungkapkan kebenaran pada waktu yang tepat dan kepada orang yang tepat. Kebenaran tentang siapa Yesus adalah inti dari iman Kristen, dan setiap ayat dalam Injil, termasuk yang satu ini, berkontribusi pada gambaran yang utuh tentang Dia.