Ayat Yosua 18:10 ini merupakan momen krusial dalam kisah penaklukan dan pembagian tanah Kanaan. Setelah bertahun-tahun berjuang di bawah kepemimpinan Yosua, bangsa Israel akhirnya telah berhasil mengalahkan banyak kerajaan dan mendapatkan wilayah yang dijanjikan oleh Tuhan. Namun, cerita tidak berhenti di situ. Ada sisa tanah yang belum sepenuhnya dikuasai dan belum terbagi kepada suku-suku Israel. Frasa "tanah warisan yang belum terbagi" menjadi inti dari perikop ini.
Kata-kata Yosua kepada bani Israel terdengar tegas namun juga penuh dengan dorongan. Ia bertanya, "Sejauh manakah lagi kamu akan bermalas-malas, sehingga kamu tidak pergi menduduki negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu?" Pertanyaan ini mencerminkan adanya keengganan atau penundaan dari pihak Israel untuk segera menyelesaikan tugas penting ini. Seolah-olah mereka sudah merasa cukup dengan apa yang telah diperoleh, atau mungkin ada ketakutan dan keraguan untuk menghadapi tantangan selanjutnya.
Penting untuk dipahami bahwa tanah Kanaan adalah sebuah janji ilahi yang telah diberikan kepada Abraham, Ishak, dan Yakub, nenek moyang bangsa Israel. Ini bukan sekadar hadiah biasa, melainkan sebuah mandat dan bagian dari rencana Tuhan untuk umat-Nya. Tuhan telah memberikan kekuatan dan kemenangan kepada mereka. Oleh karena itu, kemalasan atau penundaan mereka sama saja dengan mengabaikan anugerah dan kepercayaan Tuhan.
Dalam konteks spiritual, ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya mengambil bagian aktif dalam apa yang Tuhan telah sediakan bagi kita. Tuhan tidak hanya ingin kita menjadi penerima pasif, tetapi juga partisipan yang setia dalam rencana-Nya. Tanah warisan yang belum terbagi bisa dianalogikan dengan berbagai berkat rohani, pelayanan, atau panggilan yang Tuhan taruh dalam hidup kita. Terkadang, kita merasa puas dengan apa yang sudah ada, atau kita menunda untuk melangkah lebih jauh karena takut akan kegagalan, atau ketidakpastian. Namun, Tuhan memanggil kita untuk terus maju, untuk menduduki dan menguasai apa yang telah Ia janjikan.
Tantangan yang dihadapi Israel pada waktu itu bukan hanya masalah fisik, tetapi juga masalah iman. Yosua, sebagai pemimpin yang saleh, terus mengingatkan mereka untuk tetap berpegang teguh pada perintah Tuhan dan mengambil langkah iman yang diperlukan. Ia ingin agar setiap suku benar-benar menerima bagian mereka, sehingga tidak ada perselisihan di kemudian hari dan seluruh wilayah dapat dihuni dan dikelola sesuai kehendak Tuhan. Ayat ini adalah pengingat yang kuat bahwa iman yang sejati menuntut tindakan nyata, bukan hanya penerimaan pasif. Kita dipanggil untuk mengambil warisan yang Tuhan telah siapkan, dengan keberanian dan keyakinan pada janji-Nya.