Yosua 22:11 - Membangun Mezbah Persatuan

"Ketika orang Israel mendengar, bahwa bani Ruben, bani Gad dan setengah suku Manasye telah mendirikan mezbah dekat Tanah Kanaan, di perbatasan Tanah Kanaan, di sebelah sini sungai Yordan,"

Ayat ini dari Kitab Yosua mencatat momen penting dalam sejarah bangsa Israel setelah mereka berhasil menguasai Tanah Perjanjian. Bani Ruben, bani Gad, dan setengah suku Manasye, yang telah diberi tanah di sebelah timur sungai Yordan, mendirikan sebuah mezbah besar di perbatasan. Tindakan ini menimbulkan kesalahpahaman dan kekhawatiran besar di kalangan suku-suku lain yang tinggal di sebelah barat Yordan. Mereka menganggap ini sebagai bentuk pemberontakan dan pelanggaran terhadap hukum Tuhan yang menetapkan bahwa hanya ada satu tempat ibadah, yaitu di tabernakel yang ada di Silo.

Simbol Mezbah dan Altar
Representasi visual dari mezbah dan altar yang melambangkan ibadah.

Perasaan terancam dan kemarahan yang timbul dari suku-suku barat sangatlah kuat. Mereka bersiap untuk berperang melawan saudara-saudara mereka, melihat tindakan ini sebagai pengkhianatan terhadap perjanjian kesatuan yang telah mereka buat dengan Tuhan dan satu sama lain saat memasuki Tanah Perjanjian. Ayat ini menyoroti betapa sensitifnya bangsa Israel terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ibadah kepada Tuhan. Ibadah yang benar dan terpusat pada satu titik penyembahan dianggap sebagai fondasi penting bagi kesatuan spiritual dan keutuhan bangsa.

Namun, hikmat para pemimpin mereka, yang dipimpin oleh Pinehas, mencegah terjadinya konflik yang tidak perlu. Mereka memutuskan untuk mengirim delegasi terlebih dahulu untuk meminta klarifikasi. Ternyata, mezbah yang didirikan bukanlah untuk tujuan persembahan korban yang melanggar hukum, melainkan sebagai mezbah peringatan dan saksi bahwa mereka adalah bagian integral dari bangsa Israel. Mereka ingin menunjukkan bahwa meskipun tinggal terpisah, mereka tetap satu dalam iman dan kesetiaan kepada Tuhan yang sama, serta tidak ingin dipisahkan dari umat Tuhan yang tinggal di sebelah barat.

Kisah Yosua 22:11 dan konteksnya mengajarkan beberapa pelajaran berharga. Pertama, pentingnya komunikasi yang jelas dan klarifikasi untuk menghindari kesalahpahaman. Tindakan yang tampaknya salah bisa jadi memiliki motivasi yang mulia. Kedua, kisah ini menekankan pentingnya kesatuan di antara umat Tuhan. Ibadah yang benar haruslah menjadi pemersatu, bukan pemecah belah. Ketiga, ini mengingatkan kita akan pentingnya menghormati dan mematuhi ajaran-ajaran Tuhan yang berkaitan dengan ibadah dan persekutuan.

Ketika kebenaran terungkap, kemarahan berubah menjadi kelegaan dan syukur. Para pemimpin suku barat menyadari bahwa mezbah tersebut justru menjadi simbol kesetiaan dan persatuan, bukan pemberontakan. Mereka memuji Tuhan karena menjaga keutuhan umat-Nya. Yosua 22:11, meskipun hanya satu ayat, menjadi pintu gerbang untuk memahami dinamika hubungan antar suku dan komitmen mereka terhadap iman yang sama, serta bagaimana kesalahpahaman dapat diselesaikan melalui dialog yang bijaksana dan hati yang terbuka untuk kebenaran.