Yosua 5:3 - Perintah Sunat di Gilgal

"Maka Yosua membuat pisau batu, lalu menyunat orang Israel di Gibea-Haaralot."

Ayat Yosua 5:3 merupakan momen krusial dalam narasi perjalanan bangsa Israel menuju Tanah Perjanjian. Setelah menyeberangi Sungai Yordan dengan ajaib, Tuhan memerintahkan Yosua untuk melakukan sebuah tindakan yang tampaknya sederhana namun sarat makna: menyunat seluruh umat Israel. Perintah ini datang tepat sebelum mereka bersiap untuk merebut Yerikho, kota pertama yang harus mereka taklukkan di tanah baru mereka. Ada berbagai lapisan makna yang bisa kita gali dari perintah ini, menjadikannya pelajaran yang relevan bahkan hingga kini.

Pertama, sunat di sini bukanlah sekadar ritual kebersihan atau penanda identitas suku semata. Dalam konteks perjanjian antara Allah dan Abraham (Kejadian 17), sunat adalah tanda fisik dari perjanjian tersebut. Ini adalah pengingat abadi bahwa umat Israel adalah umat yang dipilih oleh Tuhan, yang memiliki hubungan khusus dengan-Nya. Dengan melakukan sunat ini di tanah Kanaan, Tuhan menegaskan kembali perjanjian-Nya dengan mereka. Ini adalah cara Allah mengatakan, "Kalian adalah umat perjanjian-Ku, dan kini kalian memasuki tanah yang telah Aku janjikan kepada leluhurmu." Ini menunjukkan bahwa keberhasilan mereka dalam menaklukkan tanah tersebut tidak terlepas dari janji dan kesetiaan Allah.

Simbol visual perjalanan menuju tanah perjanjian dengan sungai dan perbukitan

Ilustrasi visual dari perjalanan dan anugerah Tuhan.

Kedua, perintah sunat ini juga berfungsi sebagai pembersihan spiritual. Bangsa Israel baru saja keluar dari Mesir setelah berabad-abad berada di bawah pengaruh budaya dan perbudakan. Sunat yang baru dilakukan kepada generasi yang belum disunat mengingatkan mereka untuk melepaskan diri dari kebiasaan lama dan menguduskan diri bagi Tuhan. Ini adalah simbol dari pembuangan "kedagingan" dan komitmen untuk hidup dalam kekudusan. Dalam menghadapi musuh yang kuat seperti bangsa Kanaan, kekuatan mereka seharusnya tidak hanya berasal dari kemampuan militer, tetapi dari kesucian dan kepatuhan mereka kepada Allah.

Ketiga, tindakan ini menekankan pentingnya ketaatan. Di tengah situasi yang genting, di mana ancaman musuh sangat nyata, Yosua dan bangsa Israel memilih untuk taat pada perintah Tuhan. Ini adalah ujian iman yang besar. Mereka harus menunda tindakan militer untuk melakukan sebuah ritual. Namun, ketaatan ini terbukti menjadi fondasi kemenangan mereka. Keberhasilan dalam merebut Yerikho tidak datang dari strategi perang yang canggih, melainkan dari keberanian untuk taat pada firman Tuhan, bahkan ketika itu tidak masuk akal bagi pemikiran manusia.

Yosua 5:3 mengajarkan kepada kita bahwa iman yang sejati seringkali membutuhkan ketaatan yang radikal. Keberhasilan dalam kehidupan rohani dan pencapaian tujuan-tujuan penting dalam hidup kita seringkali dimulai dengan sikap hati yang mau dikuduskan, dikendalikan oleh perjanjian-Nya, dan yang paling utama, berani taat pada setiap perintah-Nya, sekecil apapun itu. Ini adalah pengingat bahwa Tuhan selalu bekerja melalui umat-Nya yang mau mengorbankan kenyamanan demi ketaatan dan pengudusan diri di hadapan-Nya.