Kisah mengenai Yosua pasal 7 adalah salah satu babak paling dramatis dan penuh pelajaran dalam perjalanan bangsa Israel memasuki Tanah Perjanjian. Setelah serangkaian kemenangan yang ajaib, termasuk penyeberangan Sungai Yordan dan jatuhnya tembok Yerikho, bangsa Israel mengalami kekalahan telak di Ai. Kekalahan ini bukan disebabkan oleh kekuatan musuh yang lebih unggul, melainkan oleh dosa yang tersembunyi di tengah-tengah mereka. Akibat dari dosa tersebut, murka Tuhan menimpa umat-Nya, menimbulkan ketakutan dan keputusasaan.
Inti dari masalah ini adalah tindakan Achan, seorang keturunan Yehuda, yang mengambil barang-barang rampasan perang yang seharusnya dikhususkan bagi Tuhan. Dalam kitab Yosua 7:1, tertulis bahwa "tetapi orang Israel berbuat sesuatu yang terkutuk...". Achan mengambil jubah Persia yang indah, sejumlah besar perak, dan emas batang. Perbuatan dosa ini, meskipun hanya dilakukan oleh satu orang, membawa konsekuensi besar bagi seluruh umat Israel. Tuhan berfirman kepada Yosua bahwa mereka tidak akan dapat bertahan melawan musuh-musuh mereka sampai mereka membuang segala sesuatu yang terkutuk dari antara mereka.
Penyelidikan pun dilakukan, dan melalui pengundian ilahi, dosa Achan akhirnya terungkap. Setelah mengakui perbuatannya, Achan dan seluruh keluarganya, beserta seluruh harta benda mereka, dihukum dengan dilempari batu sampai mati, lalu dibakar. Ini adalah hukuman yang keras, tetapi perlu dilakukan untuk membersihkan umat dari dosa yang mengotori mereka dan memulihkan hubungan mereka dengan Tuhan. Ayat 26, "Kemudian mereka mendirikan di atasnya tumpukan batu yang besar, yang ada sampai hari ini. Sesudah itu TUHAN reda murka-Nya," menjadi penutup dari peristiwa pembersihan dosa ini.
Tumpukan batu yang besar itu menjadi monumen peringatan yang abadi. Ia bukan sekadar timbunan batu, melainkan simbol dari konsekuensi dosa, sekaligus tanda pengingat akan pentingnya ketaatan total kepada Tuhan. Tumpukan batu itu menjadi saksi bisu bahwa dosa sekecil apapun dapat menimbulkan murka Tuhan dan membawa kehancuran. Namun, ia juga menjadi penanda dari titik balik, di mana setelah pembersihan dosa dilakukan, Tuhan kembali menyertai umat-Nya.
Sebuah tumpukan batu yang melambangkan peringatan akan dosa dan pemulihan.
Peristiwa Yosua 7:26 mengajarkan kepada kita bahwa ketaatan kepada Tuhan bukanlah pilihan, melainkan sebuah keharusan. Murka Tuhan adalah respons yang adil terhadap dosa, namun Dia juga penuh kasih dan pengampunan bagi mereka yang bertobat. Setelah murka-Nya reda, bangsa Israel kembali mendapatkan kekuatan dan keberanian untuk melanjutkan penaklukan Tanah Perjanjian. Mereka belajar pelajaran berharga tentang integritas, akuntabilitas, dan perlunya menjaga kekudusan di tengah-tengah komunitas.
Lebih dari sekadar kisah historis, ayat ini memiliki relevansi yang mendalam bagi kehidupan rohani kita saat ini. Dosa, dalam bentuk apapun, selalu memiliki konsekuensi. Entah itu dosa yang dilakukan secara pribadi, atau dosa yang dibiarkan tersembunyi dalam kehidupan komunitas orang percaya, semuanya dapat menjauhkan kita dari hadirat Tuhan dan melemahkan kesaksian kita. Pemulihan sejati selalu dimulai dengan pengakuan dosa, pertobatan, dan pembuangan hal-hal yang tidak berkenan kepada Tuhan dari hidup kita. Seperti tumpukan batu yang mendahului pemulihan murka Tuhan atas Israel, kita pun dipanggil untuk secara sadar mengingat dan menjauhi setiap bentuk ketidaktaatan agar kita dapat terus berjalan dalam persekutuan yang intim dengan Tuhan, dan mengalami kemenangan dalam setiap aspek kehidupan kita.