Ayat Yosua 9:10 merupakan bagian dari narasi penting dalam Kitab Yosua, yang mencatat bagaimana bangsa Israel, di bawah kepemimpinan Yosua, mulai memasuki dan membagi tanah Kanaan. Kisah ini dimulai ketika bangsa Israel tiba di perbatasan tanah perjanjian setelah 40 tahun mengembara di padang gurun. Mereka telah menyaksikan langsung kuasa dan campur tangan Allah yang luar biasa dalam membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir. Kejadian ini menjadi bukti nyata dari janji Allah kepada Abraham dan keturunannya mengenai tanah yang akan diberikan kepada mereka.
Dalam konteks Yosua 9:10, orang Gibeon, yang bukan bagian dari tujuh bangsa Kanaan yang diperintahkan untuk dihancurkan, mendengar tentang kemenangan besar Israel. Mereka tidak memilih untuk melawan, melainkan menggunakan tipu daya untuk membuat perjanjian damai dengan Yosua dan para pemimpin Israel. Mereka berpura-pura datang dari negeri yang jauh, dengan pakaian usang dan bekal yang sudah basi, seolah-olah telah melakukan perjalanan panjang untuk meminta aliansi. Tujuan mereka adalah untuk menyelamatkan diri dan kota mereka dari kehancuran yang menimpa bangsa-bangsa lain di Kanaan.
Ucapan yang terkandung dalam Yosua 9:10 ini diucapkan oleh orang Gibeon kepada Yosua dan orang Israel. Mereka secara eksplisit mengingatkan kembali kepada Israel tentang perbuatan ajaib Allah di Mesir. Pernyataan ini bukan sekadar pengakuan sejarah, tetapi sebuah strategi licik. Dengan menyebutkan pengalaman Israel dengan Allah di Mesir, orang Gibeon ingin menunjukkan bahwa mereka memahami kekuatan Israel dan bahwa perlawanan akan sia-sia. Mereka juga berusaha untuk meyakinkan Israel bahwa mereka datang dengan niat baik dan rasa hormat, serta ketakutan yang beralasan terhadap kuasa Israel yang dimediasi oleh Allah.
Hal yang menarik dari kisah ini adalah bagaimana orang Israel, dalam hal ini Yosua dan para pemimpinnya, tidak menanyakan atau meminta petunjuk kepada Tuhan mengenai permintaan orang Gibeon. Mereka terkesan oleh penampilan dan cerita orang Gibeon, lalu membuat perjanjian tanpa melibatkan kehendak ilahi. Akibatnya, perjanjian tersebut mengikat mereka, meskipun kemudian terungkap bahwa orang Gibeon sebenarnya adalah tetangga mereka dan berasal dari tanah Kanaan. Hal ini mengajarkan pelajaran penting tentang pentingnya meminta petunjuk Tuhan dalam setiap keputusan, terutama yang berkaitan dengan hubungan dan kesepakatan, agar tidak terjerumus dalam tipu daya atau kesalahan yang berakibat panjang.
Meskipun orang Gibeon berhasil membuat perjanjian, keputusan Yosua ini kemudian menjadi sumber masalah bagi bangsa Israel. Di kemudian hari, mereka menemukan bahwa mereka telah tertipu oleh orang-orang yang seharusnya diperangi atau dikendalikan. Namun, karena mereka telah bersumpah demi nama Tuhan, mereka tidak dapat menarik kembali perjanjian tersebut. Mereka kemudian memperlakukan orang Gibeon sebagai budak, membelah kayu dan menimba air untuk kemah pertemuan, sebuah tugas yang dianggap rendah. Pelajaran dari Yosua 9:10 ini berulang kali ditekankan dalam Alkitab: pentingnya kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, ketelitian dalam menilai situasi, dan yang terpenting, selalu mencari tuntunan ilahi. Kepercayaan kepada Allah dan ketaatan pada perintah-Nya adalah kunci untuk menghindari jebakan dan kesalahan.