"Dan serukanlah khabar gembira ini kepada kota Niniwe, katakanlah: "Bertobatlah, sebab kebinasaan sudah dekat!"
Kisah Nabi Yunus, sebagaimana tercatat dalam Al-Qur'an dan kitab suci lainnya, merupakan sebuah narasi yang penuh dengan pelajaran mendalam mengenai keesaan Allah, kekuasaan-Nya, serta pentingnya pertobatan dan kasih sayang-Nya. Ayat 3:2 dari Surat Yunus memerintahkan Nabi Yunus untuk menyampaikan pesan penting kepada penduduk Niniwe. Pesan ini bukan sekadar peringatan, melainkan sebuah seruan tegas yang berbunyi, "Bertobatlah, sebab kebinasaan sudah dekat!". Kalimat ini mengindikasikan bahwa umat manusia, ketika berada di ambang kehancuran, masih diberi kesempatan terakhir untuk kembali ke jalan yang benar melalui pertobatan.
Niniwe, sebuah kota yang dikenal dengan kemakmurannya namun juga penuh dengan kedurhakaan dan kezaliman, menjadi fokus dakwah Nabi Yunus. Allah tidak menghendaki kebinasaan umat-Nya secara tanpa sebab. Sebaliknya, ketetapan azab dan kehancuran seringkali menjadi konsekuensi logis dari penolakan mereka terhadap kebenaran dan terus menerusnya melakukan dosa. Dalam ayat ini, Allah memberikan kesempatan kepada penduduk Niniwe untuk menyadari kesalahan mereka dan mengubah arah hidup mereka.
Pentingnya pertobatan ditekankan oleh Nabi Yunus. Pertobatan, dalam makna spiritual, adalah pengakuan tulus atas kesalahan, penyesalan yang mendalam, serta tekad kuat untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut. Ini adalah proses pembersihan jiwa yang memungkinkan seseorang untuk kembali kepada fitrahnya dan mendapatkan ampunan dari Sang Pencipta. Seruan Yunus ini membawa harapan, bahwa sekalipun ancaman azab begitu nyata, pintu rahmat Allah tetap terbuka bagi mereka yang mau merendahkan hati dan memohon ampun.
Kisah Nabi Yunus dan respons penduduk Niniwe terhadap pesannya merupakan bukti nyata dari kasih sayang dan kemurahan hati Allah. Ketika seluruh penduduk Niniwe, dari yang paling hina hingga yang paling mulia, melakukan pertobatan massal, Allah pun membatalkan azab yang telah ditetapkan. Mereka mengenakan pakaian berkabung, duduk di atas abu, dan meratap, menunjukkan kesungguhan penyesalan mereka. Allah melihat ketulusan hati mereka dan mengampuni mereka.
Pesan dalam Yunus 3:2 ini memiliki relevansi universal dan abadi. Ia mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni, asalkan disertai dengan pertobatan yang tulus dan ikhlas. Ia juga mengingatkan kita bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, selalu memberi kesempatan kepada hamba-Nya untuk memperbaiki diri. Seruan untuk bertobat bukanlah ancaman semata, melainkan sebuah wujud kepedulian Ilahi agar umat manusia tidak terperosok dalam jurang kehancuran, baik di dunia maupun di akhirat. Ini adalah panggilan untuk selalu menjaga hubungan baik dengan Sang Pencipta dan sesama, serta untuk senantiasa berusaha hidup dalam kebaikan dan kebenaran.