"Beginilah firman TUHAN semesta alam: “Adapun puasa pada bulan yang keempat, pada bulan yang kelima, pada bulan yang ketujuh dan pada bulan yang kesepuluh, akan menjadi kesukaan dan kegirangan serta pesta yang meriah bagi kaum Yehuda. Tetapi kamu harus mencintai kebenaran dan damai sejahtera.”"
Ayat Zakharia 8:18 merupakan sebuah nubuat yang berbicara tentang transformasi besar dalam kehidupan umat Tuhan. Pada awalnya, bangsa Israel menjalankan puasa sebagai bentuk peringatan atas dosa dan hukuman yang mereka alami. Puasa tersebut menjadi simbol kesedihan, penyesalan, dan kerinduan akan pemulihan. Namun, Allah, melalui nabi Zakharia, memberikan janji yang luar biasa: masa-masa puasa itu akan berubah menjadi hari-hari sukacita, kegirangan, dan pesta yang meriah.
Perubahan ini bukan sekadar pergantian ritual, melainkan sebuah pemulihan hubungan yang mendalam antara Allah dan umat-Nya. Janji transformasi ini menandakan bahwa ketika umat Tuhan kembali kepada-Nya dengan hati yang tulus, bertobat dari kesalahan mereka, dan hidup dalam ketaatan, kesedihan akan digantikan oleh kebahagiaan yang berkelimpahan. Puasa yang dulunya merupakan pengingat akan penderitaan, kelak akan menjadi momen sukacita, merayakan pemulihan dan berkat Allah.
Penting untuk dicatat bahwa janji ini tidak hanya berfokus pada perayaan lahiriah. Di tengah-tengah janji sukacita tersebut, Allah menambahkan sebuah perintah penting: "Tetapi kamu harus mencintai kebenaran dan damai sejahtera." Ini menunjukkan bahwa kebahagiaan sejati dan pemulihan yang Allah janjikan tidak dapat dipisahkan dari karakter yang mencerminkan nilai-nilai-Nya. Mencintai kebenaran berarti hidup jujur, adil, dan setia kepada firman-Nya. Sementara itu, mencintai damai sejahtera berarti berupaya menciptakan keharmonisan, rekonsiliasi, dan kasih dalam hubungan dengan sesama.
Zakharia 8:18 mengajarkan kita bahwa berkat Allah bukan hanya tentang penerimaan tanpa syarat, tetapi juga tentang pertumbuhan rohani dan transformatif. Ketika kita merindukan dan mencari Allah dengan sungguh-sungguh, Dia tidak hanya mengampuni dan memulihkan, tetapi juga mengubah hati kita. Puasa dan kesedihan dapat bertransformasi menjadi sukacita karena kita mengalami pengampunan, pemulihan, dan kepenuhan kasih karunia-Nya.
Bagi kita hari ini, ayat ini memberikan harapan yang besar. Seberat apapun tantangan hidup, sesakit apapun pengalaman masa lalu, Allah berkuasa untuk mengubahnya menjadi sumber sukacita dan kekuatan. Kuncinya adalah merespons panggilan-Nya untuk hidup dalam kebenaran dan memperjuangkan damai sejahtera. Ketika kita mengaplikasikan prinsip-prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari, kita akan melihat bagaimana masa-masa sulit dapat berubah menjadi berkat yang melimpah, dan bagaimana kehidupan kita dapat menjadi kesaksian yang hidup tentang kuasa transformasi Allah. Mari kita terus berusaha hidup dalam kebenaran dan damai sejahtera, sehingga sukacita Allah senantiasa menyertai kita.
Untuk pendalaman lebih lanjut, Anda dapat merujuk pada sumber-sumber teologis dan tafsir Alkitab.