Zefanya 3:3

"Pemimpin-pemimpinnya di tengah kota itu seperti singa yang mengaum, hakim-hakimnya seperti serigala di waktu petang, yang menyisakan sedikit pun sampai pagi."

Ayat Zefanya 3:3 menyajikan gambaran yang cukup suram tentang kondisi kepemimpinan di Yerusalem pada masa itu. Nabi Zefanya menggunakan perumpamaan hewan buas untuk menggambarkan sifat para pemimpin dan hakim. Mereka digambarkan sebagai "singa yang mengaum" dan "serigala di waktu petang".

Perumpamaan "singa yang mengaum" menyiratkan kekuatan yang digunakan secara represif dan menakutkan. Singa yang mengaum bukan hanya menunjukkan kekuatan, tetapi juga ancaman dan keganasan. Para pemimpin pada masa itu tidak menggunakan otoritas mereka untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat, melainkan untuk menindas dan mendominasi. Kemungkinan besar, auman tersebut adalah bentuk intimidasi agar rakyat tunduk dan takut, bukan karena rasa hormat.

Kemudian, beralih ke perumpamaan "hakim-hakimnya seperti serigala di waktu petang". Serigala adalah predator yang licik dan kejam, sementara waktu petang atau senja adalah saat ketika kegelapan mulai merayap, menyulitkan orang untuk melihat dengan jelas. Ini menunjukkan bahwa para hakim bertindak dengan cara yang sama: mereka mencari kesempatan untuk memangsa yang lemah dan tidak berdaya, memanfaatkan ketidakjelasan hukum atau kesempatan yang muncul dalam kegelapan moral mereka. Mereka beroperasi bukan untuk menegakkan kebenaran, tetapi untuk keuntungan pribadi, seperti serigala yang mencari mangsa terakhir sebelum malam tiba.

Frasa "yang menyisakan sedikit pun sampai pagi" semakin mempertegas kekejaman dan keserakahan mereka. Artinya, setelah mereka melakukan tindakan penindasan dan ketidakadilan, tidak ada lagi yang tersisa bagi orang-orang yang mereka perlakukan. Sumber daya, keadilan, atau harapan mereka telah habis terkuras oleh keserakahan para pemimpin dan hakim. Mereka tidak meninggalkan apapun, menunjukkan complete exploitation atau eksploitasi total terhadap siapa pun yang menjadi korban.

Konteks historis dari nubuat Zefanya adalah masa menjelang kehancuran Yerusalem oleh Babel. Bangsa Israel sedang mengalami kemerosotan moral dan spiritual yang parah. Para pemimpin mereka telah gagal menjalankan tugas mereka, dan akibatnya, bangsa itu rentan terhadap murka Tuhan dan invasi asing. Ayat ini menjadi peringatan keras tentang konsekuensi dari kepemimpinan yang korup dan tidak bertanggung jawab.

Namun, penting untuk dicatat bahwa Zefanya juga membawa pesan pengharapan. Meskipun ayat ini menggambarkan kegelapan, kitab Zefanya secara keseluruhan menunjukkan bahwa setelah hukuman, Tuhan akan memulihkan umat-Nya dan mendirikan kerajaan-Nya yang adil. Jadi, meskipun Zefanya 3:3 adalah kritik yang tajam, ia berfungsi sebagai bagian dari narasi yang lebih besar tentang keadilan, penghakiman, dan pada akhirnya, pemulihan ilahi. Pesan ini tetap relevan hingga kini, mengingatkan kita akan pentingnya kepemimpinan yang berintegritas dan adil.